SAMPIT, Polemik rencana pembangunan belasan toko di lokasi eks Citra Fried Chicken (CFC) di lantai dua Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), terus bergulir, apalagi setelah sikap para pedagang mulai terbelah. Namun para pedagang yang menolak rencana tersebut, kembali bereaksi setelah melihat respons DPRD yang mereka nilai ganjil. Pedagang pun balik mempertanyakan ada apa dengan sikap DPRD yang mereka nilai terkesan memihak.
Minggu(9/9) siang, sejumlah perwakilan pedagang PPM yang menolak rencana pembangunan toko di lokasi eks CPF itu kembali mengelurkan pernyataan sikap. Mereka sangat kecewa dan menyayangkan pernyataan salah satu anggota DPRD yang menurut mereka tidak sepatutnya dikeluarkan oleh seorang wakil rakyat yang seharusnya mengayomi semua pihak, terlebih kepada mereka para pedagang yang menyampaikan aspirasi.
Seperti dilansir sebelumnya, anggota Komisi II DPRD Kotim, H Dirhamsyah menduga ada kepentingan sekelompok orang terkait sikap penolakan yang mengatasnamakan para pedagang. Dirhamsyah juga dapat menerima alasan pemerintah daerah yang ingin memaksimalkan lokasi eks CFC itu untuk pemasukan daerah. Dugaan yang dilontarkan Dirhamsyah itulah yang menuai reaksi dari sejumlah pedagang.
“Kepentingan kelompok siapa? Kita ini justru memperjuangkan kepentingan publik karena konsep awal areal eks CFC itu memang untuk kawasan terbuka bagi publik. Kalau dibikin tempat makan minum yang terbuka, tidak masalah, tapi bukan disekat-sekat lalu dijadikan toko baru. Dari mana pula (salah satu) anggota dewan itu mengatakan bahwa lokasi eks CFC itu nganggur tujuh tahun? Karena CFC itu tidak beroperasi lagi mulai bulan puasa lalu, jadi baru dua bulan,” tandas seorang pedagang.
H Fachri Mashuri, advokat yang mendampingi kelompok pedagang PPM yang menolak rencana pembangunan toko-toko di lokasi eks CFC itu, mengaku sangat kecewa dengan sikap salah satu anggota DPRD Kotim yang terkesan memihak kepada salah satu kelompok. Bahkan anggota dewan tersebut mencurigai pedagang ada maksud tertentu terkait penolakan tersebut.
Menurut Fachri, dirinya mendampingi para pedagang dengan membawa dukungan ratusan pedagang lainnya yang menolak rencana pembangunan toko tersebut, Kamis(6/9) lalu. Aspirasi yang dituangkan dalam surat pernyataan itu mereka sampaikan ke Pemkab dan DPRD Kotim.
Khusus untuk DPRD Kotim, surat itu mereka sampaikan melalui Punding yang bertugas di bagian Sekretariat DPRD Kotim karena saat itu sedang ada rapat sehingga unsur pimpinan DPRD dan Komisi yang membidangi belum bisa ditemui. Mereka juga meminta agar diberikan waktu untuk bertemu dan dijadwalkan pertemuan dengan unsur pimpinan DPRD atau Komisi yang membidang masalah tersebut, namun hingga kini belum ada jawaban.
“Yang membuat kami kaget itu, kami yang melapor, justru pengurus pasar yang dalam hal ini sebagai salah satu terlapor yang dipanggil oleh DPRD atau cuma oknum anggota DPRD . Itu kan aneh. Dimana-mana kalau orang menelusuri masalah itu, panggil dulu kami selaku pelapornya, baru klarifikasi kepada pihak-pihak yang menjadi terlapor. Ini malah sebaliknya,” ujar pengacara kondang ini.
“Lebih mengecewakan lagi, tiba-tiba ada komentar salah satu anggota dewan yang justru seakan memvonis dan mencurigai para pedagang yang melapor ada maksud-maksud tertentu. Ini benar-benar keterlaluan. Ada apa dengan DPRD? Kenapa bisa bersikap seolah memihak seperti itu. Kenapa memvonis seperti itu tanpa lebih dulu bertindak menelusuri masalahnya. Kalau anggota DPRD membela salah satu pihak, lebih baik jadi pengacara seperti saya karena tugasnya memang membela. DPRD itu tugasnya mencarikan solusi,” sindir Fachri.
Fachri menyarankan agar DPRD Kotim mengundang semua pihak untuk duduk bersama dalam rapat dengar pendapat (RDP) membahas masalah ini secara terbuka sehingga akan diketahui bagaimana sikap para pedagang yang sesungguhnya. Bahkan DPRD diminta turun langsung ke lapangan sehingga mengetahui bagaimana aspirasi pedagang di PPM.
Selebihnya, pemerintah kabupaten juga diminta tidak memaksakan diri jika mayoritas pedagang menolak rencana pembangunan belasan toko tersebut. “Kalau dijadikan pusat kuliner dengan konsep terbuka seperti di mal-mal, pemda kan tetap pemasukan. Justru itu yang punya nilai jual karena PPM juga akan jadi tempat rekreasi,” tegasnya.
Salah seorang pedagang menceritakan, konsep area terbuka itu memang sudah ada sejak awal PPM didirikan di masa kepemimpinan Bupati HM Wahyudi K Anwar. Konsep itu dinilai visioner dengan mengusung PPM menjadi pasar tradisional modern, dimana nuansa modern itu tercipta dengan adanya pusat kuliner di kawasan terbuka yang kemudian ditempati CFC tersebut.
Konsep itu, kata dia, juga sebagai bentuk antisipasi karena pesatnya pembangunan Sampit tidak akan bisa membendung berdirinya pusat-pusat perbelanjaan modern seperti mal. Jika tidak ada konsep menarik, maka PPM dikhawatirkan akan tersingkir. “Kalau cuma toko, orang nantinya bisa saja akan lebih memilih mal atau pusat perbelanjaan modern karena di sana ada hal lain yang menarik,” timpalnya.
Dia juga mengaku kecewa dengan sikap pengurus pedagang PPM yang lebih memilih memberikan klarifikasi melalui pemberitaan di media, tanpa ada keinginan mengumpulkan seluruh pedagang untuk membahas masalah tersebut. Dia berharap pemerintah daerah mendengarkan aspirasi para pedagang dan membatalkan rencana tersebut.
Pedagang lainnya mengklarifikasi dan membantah tudingan bahwa mereka melakukan intimidasi kepada pedagang saat mengumpulkan tanda tangan penolakan pembangunan belasan toko di lokasi eks CFC tersebut. “Satu per satu pedagang kami temui dan jelaskan semuanya dan mereka sendiri yang menandatangani. Memang ada sekitar sepuluh orang yang belum bersedia tanda tangan, tapi kami harga karena mungkin itulah sikap mereka,” tegas salah satu pedagang yang bertugas menghimpun tanda tangan penolakan.
Seperti dilansir, Ketua Pengurus Pedagang PPM H Zainuri mengatakan, banyak pedagang mencabut dukungan penolakan pembangunan toko di lokasi eks CFC. Itu setelah pengurus melakukan kros cek terhadap keabsahan surat dukungan yang sebelumnya menjadi dasar persoalan.
“Saat kami kros cek sekitar 80 pedagang berubah pikiran. Mereka mencabut dukungan penolakan itu. Bukti pencabutan dukungan dalam bentuk tandang tangan ada pada kami,” kata H Zainuri saat bertadang ke Redaksi Radar Sampit, Jumat (7/8) lalu.
Dalam persoalan ini, pihak pengurus pedagang PPM juga perlu melakukan klarifikasi. Menurutnya, surat dukungan penolakan penambahan blok kios di eks lokasi CFC justru tidak pernah dikoordinasikan dengan pihaknya. Pihaknya baru tahu setelah dipanggil DPRD Kotim dan dimintai keterangan.
“Awalnya saya juga bingung saat dipanggil. Tiba-tiba kok ada surat penolakan sekitar 179 pedagang terkait penambahan blok kios di eks lokasi CFC. Padahal selama ini kami (pengurus, red), tidak pernah dilibatkan sama sekali terkait aksi ini,” tegas H Zainuri.
Setelah melakukan koordinasi dengan pengurus lainnya, H Zainuri mengambil sikap dengan melakukan kros cek langsung kepada 179 pedagang yang menyatakan dukungan penolakan itu. Hasilnya diluar dugaan. Mereka yang awalnya mendukung berbalik arah. (nor)
Sumber : radarsampit.net