|
Palangka Raya Mulai Panik |
SAMPIT – Pengurangan jatah distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang dilakukan Pertamina memicu kepanikan sebagian warga di Palangka Raya. Antrean di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mulai memanjang. Sementara itu, pengurangan jatah belum berpengaruh di Sampit, sedangkan di Kobar mulai waspada kelangkaan BBM.
Pantauan Radar Sampit di Palangka Raya, Rabu (27/8), antrean panjang terlihat di sejumlah SPBU, seperti SPBU Imam Bonjol, Tjilik Riwut Km 6,5, S Parman, A Yani, G Obos, dan RTA Milono. Sejumlah aparat kepolisian tampak berjaga. Pengendara sepeda motor rata-rata harus antre selama 1 – 1,5 jam baru bisa dapat BBM.
“Saya isi penuh ini untuk mengantisipasi apabila BBM jenis premium habis, karena adanya isu pengurangan subsidi BBM yang santer terdengar di media nasional,” kata Sutarji usai membeli BBM di SPBU Jalan S Parman, Rabu (27/8).
Rahman, pegawai SPBU S Parman mengatakan, mengularnya antrean di SPBU baru terjadi kemarin. “Untuk pemandangan antrean panjang seperti ini baru hari ini dan kita tetap melayani masyarakat yang hendak mengisi BBM untuk kendaraannya,” ujarnya sembari melayani para pelanggan.
Jatah SPBU Dipangkas 5.000 Liter
Sementara itu, di Sampit, jatah pasokan BBM, terutama solar ke SPBU dikurangi sebanyak 5.000 liter per hari, dari sebelumnya yang mencapai 15 ribu liter. Akibatnya, pelayanan pengisian BBM rata-rata hanya sampai pukul 11.30 WIB. Meski demikian, secara umum antrean kendaraan di SPBU masih normal, belum terlihat gejala kepanikan masyarakat yang takut kehabisan BBM.
“Kalau pada saat stok BBM normal, antrean SPBU untuk solar sampai pukul 14.00 WIB karena stok minyak cukup banyak, bahkan antrean juga lumayan banyak. Akan tetapi, saat ini bisa dilihat sendiri antrean normal-normal, saja tidak ada kemacetan dan parkir panjang untuk BBM,” kata Kamarudin, pengawas SPBU pelita.
Menurut Kamarudin, setelah ada pemangkasan, sejumlah kendaraan tidak terlayani meski sempat mengantre. Namun, jumlahnya tidak terlalu banyak. Ia yakin antrean BBM di Sampit akan tetap normal, tidak seperti di daerah lain yang memanjang.
“Kemungkinan antrean membludak seperti di daerah lain saya rasa tidak, karena di SPBU kami, jam-jam ramai hanya kisaran pukul 08.00 - 12.00 siang saja untuk solar, sedangkan untuk premium biasanya di pagi hari, karena konsumen pelajar dan pegawai biasanya berbarengan saat berangkat sekolah dan kerja. Kalau siang begini, biasa saja antriannya,” katanya.
Kamarudin mengaku kurang setuju dengan kebijakan pembatasan distribusi BBM tersebut. Seharusnya pemerintah tegas dengan menaikan harga. Masyarakat tetap akan membeli BBM meski harganya naik karena sudah menjadi kebutuhan.
“Saya lebih setuju kuotanya tetap, tetapi harganya yang dinaikkan karena kebutuhan masyarakat pada dasarnya tidak dapat dikurangi,” katanya.
Terpisah, Sales Eksekutif Retail (SER) PT Pertamina (persero) Sampit Toni Pradana, mengaku belum mengetahui jatah kuota yang diterima untuk Kalteng, Khususnya Kotim. Pertamina masih menunggu informasi dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). “Masih belum tahu, kami juga masih menunggu informasi dari BPH Migas,” katanya melalui sambungan selular.
Terkait kelangkaan BBM bersubdisi yang terjadi sejumlah daerah, menurut Toni, beberapa wilayah yang sempat mengalami antrean pembelian bahan bakar minyak bersubsidi, saat ini mulai normal kembali. Sebab, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk melakukan penormalan pasokan. “Pertamina sudah menormalkan pasokan sejak tadi pagi,” ungkapnya singkat.
Akan tetapi, penormalan pasokan itu bukan berarti tak ada pengurangan pasokan BBM ke SPBU. Pengurangan pasokan tetap dilakukan, tetapi menyesuaikan dengan dinamika di setiap daerah. "Sudah dilakukan pengurangan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah," katanya seraya mengatakan, di Kotim tak akan terjadi antrean panjang dan menjamin pasokan BBM tetap lancar.
Waspada Kelangkaan
Dari Pangkalan Bun dilaporkan, antrean BBM di SPBU mulai memanjang, namun masih wajar. Akan tetapi, sejumlah warga khawatir BBM langka akibat aksi penimbunan yang marak sebagai respons dari kebijakan pemerintah yang membatasi distribusi BBM subsidi. Apabila jatah BBM dikurangi atau ada wacana kenaikan harga, BBM diprediksi langka.
“Kelangkaan pasti akan terjadi jika memang rencana itu (kenaikan harga BBM, red) benar-benar akan dilakukan. Sekarang saja sebagian SPBU sudah sangat padat pembelinya dan tetap saja pelangsir yang masih mendominasi, terutama untuk BBM solar,” katanya sambil menunggu antrean di salah satu SPBU di kawasan Sungai Rangit.
Laksono, pengendara motor yang juga turut mengantre premium mengatakan, sebaikanya pemerintah cermat mengeluarkan kebijakan BBM. Kenaikan harga tetap saja akan merugikan masyarakat kelas bawah seperti dirinya.
Menurutnya, alangkah lebih baik jika pemilik mobil dilarang membeli BBM bersubsidi, selain akan menghemat beban negara, akan menghilangkan praktik pelangsiran BBM yang kini dilakukan layaknya sebuah sindikat atau mafia.
“Tetap akan memberatkan masyarakat kelas bawah seperti saya ini. Kalau bagi mereka yang memiliki mobil juga ikut mengeluh, mereka bohong mas. Sudah mampu beli mobil, kok tidak mampu beli minyaknya, kan tidak masuk akal,” katanya.
Anggota DPRD Kobar Sri Lestari berharap aparat kepolisian mencegah dan memberantas praktik penimbunan BBM jika pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. “Terjadi gejolak itu bisa saja terjadi, namun kita berharap aparat kepolisian bisa dengan tegas menindak para pelaku penimbunan BBM saat kenaikan harga itu benar-benar dilakukan oleh pemerintah pusat,” ujarnya.
Pasokan BBM Ditambah 30 Persen
Sementara itu, dari Jakarta, Langkah PT Pertamina untuk mengurai antrean BBM bersubsidi di SPBU mulai dilakukan. Namun, keputusan tersebut membuat adanya potensi kuota BBM bersubsidi jebol. Pemerintah pun masih belum memberi kejelasan soal kemungkinan tersebut.
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, pihaknya sudah tidak lagi memangkas alokasi BBM bersubsidi untuk SPBU. Bahkan, pihaknya sengaja menambah volume pasokan harian sebesar 30 persen untuk mengurai antrean di sejumlah SPBU.
"Biasanya konsumsi premium nasional 81.132 kilo liter (kl) per hari. Kali ini, ditambah 30 persen lagi," jelasnya di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, kemarin (27/8).
Kebijakan tersebut, lanjut dia, merupakan tindakan penanggulangan sementara. Menurutnya, pihaknya akan melakukan penambahan untuk 2-3 hari kedepan untuk meredakan keresahan di masyarakat. "Tujuannya untuk mengurangi antrean di SPBU akibat panic buying masyarakat. Supaya normal dulu," ungkapnya.
Selain mengembalikan volume alokasi, dia juga menganulir beberapa bentuk pengendalian lain. Misalnya, larangan penjualan premium di 29 SPBU Jalan Tol Indonesia. Pasalnya, hal tersebut dinilai tak memberikan kontribusi penghematan konsumsi BBM subsidi. Hal tersebut hasil evaluasi sejak pemberlakukan awal Agustus lalu hingga 25 Agustus.
"Pembelian premium di SPBU jalan tol rata-rata sekitar 700 kl per hari. Namun setelah dilarang, konsumsi premium di SPBU yang berada di luar jalan tol justru meningkat 700 kl per hari. Jadi kami menyimpulkan tidak efektif," jelasnya.
Namun, boleh dibilang kebijakan tersebut punya dampak lain. Yakni, jebolnya kuota volume BBM bersubsidi. Dengan pengembalian alokasi, pihaknya memperkirakan total konsumsi BBM bersubsidi 2014 menjadi 47,35 juta kl. Itu 2,9 persen diatas kuota BBM APBN-P 2014 sebesar 46 juta kl. "Kami perkirakan terjadi kelebihan penyaluran BBM subsidi sekitar 1,35 juta kl," tuturnya. (arm/sev/dc/oes/sla/ign/bil/jpnn)
sumber: radarsampit[dot]net
Artikel keren lainnya: