|
Horor dan Honor |
peristiwa un (ujian nasional) ibarat sudah menjadi agenda tahunan.
bukan ujiannya, tapi peristiwa yang menyertainya.
misalnya, kisah siswa yang belajar mati-matian siang malam, orang tua yang pontang panting mencarikan guru les dan guru-guru yang sibuk mengatur strategi agar muridnya lulus 100 persen.
atau siswa-siswi yang berurai air mata minta belas kasihan tuhan dalam sebuah istigosah yang dilakukan di sekolah, pesantren bahkan kemana saja mereka bisa mendapat kekuatan batin untuk menghadapi un.
dua tahun lalu saya pernah menulis dalam rubrik ini bahwa untuk maju ke un, siswa seperti mau maju perang saja.
tegang, takut, bahkan yang sehat pun seperti merasa sakit lantaran grogi.
seperti ada hantu di depannya, suasana '
horor' membayangi berbulan- bulan sampai selesainya un.
yang lulus bergembira ria tapi yang tidak lulus, dunia seperti kiamat.
stres, ada yang pingsan bahkan ada yang bunuh diri.
ya.
.
.
untuk ikut un persiapan sudah sedemikian rupa, toh gagal juga maka bagi mereka hidup pun menjadi tak berguna.
sungguh memprihatinkan, padahal mereka belum tentu anak bodoh.
pengaruh psikologi yang menyertainya, sistem ujian yang tidak adil di mana kelulusan hanya ditentukan beberapa mata pelajaran, membuat banyak anak yang pandai menjadi korban.
benar kata iklan, orang pintar kalah sama orang bejo (untung).
zaman dulu ujian juga ada, soal-soalnya juga dari pusat (istilahnya ujian sentral), tapi yang mengoreksi para guru yang punya hati, tahu keseharian murid, mengerti kesulitan mereka yang harus menempuh perjalanan berkilo-kilo meter untuk ke sekolah, bahkan harus basah kuyup menyeberangi sungai dan kesulitan lain.
sekarang dikoreksi komputer yang tidak memiliki hati, tidak tahu tingkat kesulitan murid, salah coret sedikit saja bisa fatal.
teknologi hanya tahu hitam putih, padahal di pelosok-pelosok, komputer saja belum ada, bagaimana murid mau membayangkannya.
itu baru yang menyangkut hak peserta ujian, belum persiapan dan pelaksanaan di lapangan.
dari tahun ke tahun selalu saja ada kekurangan.
soal-soal ujian tertukar, distribusi terkendala geografis yang sulit dll.
tapi rata-rata semua sudah siap sebelum hari h termasuk soal-soal ujiannya.
***nah, tahun ini keadaannya lain lagi.
siswannya siap tapi penyelenggaraannya amburadul, soal-soal ujian bukan saja belum sampai ke daerah tapi malah ada yang belum selesai cetak.
belum pernah terjadi penyelenggaraan ujian nasional sebobrok sekarang ini.
akibatnya waktu ujian tidak bisa serentak, ada yang mundur sehari, dua hari bahkan ada yang mengambil waktu bersamaan ujian susulan.
itu karena distribusi soal yang tidak bisa tepat, jumlahnya juga ada yang kurang tidak sesuai jumlah peserta.
mendikbud akhirnya mengizinkan sekolah yang kekurangan soal memfotokopi sendiri kekurangannya.
celakanya sekolah di pedalamantidak gampang mendapatkan jasa fotokopi.
mendikbud muhammad nuh juga sempat meninjau percetakan yang sampai hari h belum salesai mencetak soal, belum lagi distribusinya.
mengapa dulu-dulu beres tapi sekarang tidak? jujur saja karena ada perubahan kebijakan yang menyangkut pencetakan soal ujian.
dulu pencetakan soal bisa ditenderkan di daerah, percetakan bertanggung jawab sampai ke pendistribusiannya.
karena di daerah sendiri otomatis lebih mudah karena paham dengan berbagai kesulitan yang ada.
komunkasi dengan dinas pendidikan juga lebih gampang.
tapi itu kisah lama, sekarang semua ditarik ke pusat.
pusatlah yang menunjuk konsorsium untuk mengurus pencetakan soal ujian sampai distribusinya.
tanpa berprasangka buruk, dari dulu tender memang selalu menyimpan rahasia.
ada tender yang menyertakan pula perusahaan-perusahaan bodong untuk memenangkan perusahaan tertentu dan ini tidak gratis, ada honornya (untuk mengganti istilah suap).
perusahaan mantan bendahara umum partai demokrat m nazaruddin memenangi tender pembangunan wisma atlet di palembang juga dengan 'dukungan' perusahaan penggembira, miliknya juga, di samping dukungan badan anggaran (banggar) dpr.
anggaran mencetak soal ujian tahun ini rp 125 miliar untuk 12,2 juta siswa.
seandainya daerah dilibatkan mungkin ceritanya lain.
kasihan murid, mental mereka runtuh.
kalau tidak lulus tentu bukan kesalahan mereka semata.
ini baru untuk ujian sma/sederajat.
senin besok un tingkat smp juga digelar.
lebih baik atau lebih buruk, kita tunggu saja.
un ibarat
horor bagi peserta tapi menyenangkan bagi pemenang tender dan orang-orang yang 'berjasa'.
ada
horor ada honor.
(*)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Horor dan Honor"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.