Latar belakang hadirnya Keppres Nomor 80 Tahun 2003, antara lain karena proses lelang proyek pemerintah selalu diselimuti isu plot proyek, bagi-bagi proyek, hingga paket yang diarahkan. Kartel (persekongkolan) pelelangan di instansi pemerintah perlu dikikis dengan menciptakan peningkatan kualitas persaingan usaha.
Pada masa sebelum Keppres 80 Tahun 2003, peranan panitia-jika memang benar terjadi pengarahan atau plot proyek sangat dominan-penawar terendah belum tentu menang. Cerita tentang biaya pembuatan penawaran, uang dokumen, uang gunning, uang bestek, dan sebagainya bercampur baur hingga rekanan pusing tujuh keliling.
Namun mau tak mau, adat istiadat dalam lelang proyek milik pemerintah ini harus tetap diikuti jika ingin mendapatkan pekerjaan borongan atau jasa di lingkungan pemerintah. Masalah kartel pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu tempat terjadinya kebocoran besar yang dilakukan antara peserta lelang, juga antara peserta lelang dan anggota panitia/ pejabat pengadaan barang dan jasa, yang merugikan negara.
Keppres 80 jelas melarang adanya KKN diantara peserta lelang dengan anggota panitia/pejabat pengadaan barang atau/dengan pejabat yang berwenang. Di negara maju, kartel yang sering terjadi adalah antar peseta lelang (tender). Setiap tender pengadaan barang/ jasa pemerintah hampir dipastikan akan terjadi persekongkolan di antara peseta tender. Bentuknya berupa arisan, yaitu diantara peserta tender menyepakati salah satu peserta tender mengajukan penawar terendah di antara peserta tender yang lain hanya untuk memenangkan tender tersebut.
Demikian juga tender berikutnya disepakati lagi peserta tender yang lain mengajukan penawaran yang terendah pula untuk memenangkan tender. Sehingga semua rekanan pada gilirannya mendapatkan semua.
Di daerah ini selain terjadi persekongkolan di antara peserta tender juga terjadi di antara peserta dan anggota panitia/pejabat pengadaan barang/jasa. Pelaku usaha yang tidak punya relasi dengan pejabat pemerintah daerah dapat dipastikan jarang memenangkan tender.
Keppres 80 tahun 2003 pasal 27 ayat (1) ditetapkan larangan KKN di antara peserta penyedia jasa, atau KKN. Tetapi saat ini muncul lagi Peraturan Presiden RI Nomor : 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam PP nomor : 54 tahun 2010, pelelangan diharuskan dengan sistem LPSE (layanan pengadaan system elektronik). Dari perangkat ini dibentuk lagi unit layanan pengadaan (ULP) dan ada lagi kelompok kerja (Pokja).
Sebenarnya munculnya berbagai macam Keppres, PP dan aturan lainnya adalah untuk mengurangi atau mengikis mafia-mafia lelang dengan KKN-nya.
Apakah dengan munculnya PP Nomor : 54 Tahun 2010 ini dapat mencegah terjadinya kongkalingkong lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah? Menurut kasat mata penulis bahwa PP 54 hanya sebuah teori utuk mengatur lelang pengadaan supaya jangan terjadi KKN. Bahkan menurut penulis PP 54 memberi peluang untuk terjadinya KKN.
Lelang dengan sistem LPSE hanya sebagai wadah pengumuman dan pendaftaran peserta lelang, tetapi keputusan final ada di tangan unit layanan pengadaan (ULP).
Sebagai buktinya bahwa saat ini sering terjadi gugatan-gugatan kekurangpuasan peserta lelang, gugatan itupun jarang sekali bisa menang atau membatalkan keputusan pemenang.(: H. Anang Syachwani Z)
Penulis adalah Sekretaris Badan Pertimbangan Gapensi Kotim
Sumber : radarsampit.net
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Ragam Modus Mafia Tender"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.