JAKARTA - Pengaruh mafia masih menguasai penerimaan Anak Buah Kapal (ABK) untuk mendapatkan ijazah ke luar negeri.
“Saya sudah laporkan ini kepada Menteri Perhubungan saat rapat kerja di Komisi IV DPR RI. Sampai untuk meyakinkan menteri bahwa ada korban mafia yang sudah memberi duit agar lancar dapat izin. Saya katakan ada 30 orang yang mau ungkapkan praktik pungli itu. Tapi sampai sekarang belum direspon” kata Anggota Komisi IV DPR Anton Sihombing saat memberikan keterangan pers di Gedung DPR RI Jumat (19/6).
Menurutnya adanya pungli ini karena banyak peluang para ABK bisa dipermainkan.
Menyinggung soal Presiden Jokowi marah-marah melihat sistem pelayanan di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara menurut Anton yang sudah tiga puluh tahun berkecimpung di dunia pelayaran itu karena masing-masing pihak mengungkapkan pembenaran bukan kebenaran.
"Kita dari Komisi V DPR akan meminta semua pihak yang terkait untuk mendapatkan keterangan kenapa pelayanan di pelabuhan ini seperti waktu sandar kapal untuk bongkar barang (dwelling time) lama sekali" jelasnya.
Di Singapura tegas Anton bisa satu hari sementara di Tanjung Priok sampai empat setengah hari.
Menurut Anton buruknya pelayanan di Pelabuhan Priok itu hampir sama dengan pelabuhan di provinsi Indonesia lainnya.
“Penyebabnya karena peralatan pelabuhan yang tertinggal dibandingkan dengan Pelabuhan luar negeri. Juga sumber daya manusia yang kurang bahkan ada salah penempatan orang” kata Anton.
"Hal yang mendasar masalah di pelabuhan di Indonesia ini terlalu berbeli-belit pintu izin kapal bongkar barang. Semestinya dibuat satu pintu saja" pungkasnya.