Oleh: Fahrianoor SIP MSiStaf Pengajar Program Studi Ilmu KomunikasiFisip Unlam BanjarmasinRancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah yang legal drafingnya merupakan inisiatif pemerintah, telah berujung pada perdebatan publik. Bahkan, RUU Pilkada ini secara komunikasi politik telah menyita perhatian publik.Arus komunikasi politik tentang RUU Pilkada kian keras perdebatannya. Media massa baik cetak maupun elektronik ramai mengulas permasalahan tersebut. Kondisi ini apabila dilihat dari kacamata agenda setting, maka apa yang dianggap penting oleh masyarakat maka dianggap penting pula oleh media. Sebaliknya, apa yang dianggap penting oleh media, maka dianggap penting pula oleh masyarakat.Persoalannya adalah mengapa RUU Pilkada ini dianggap begitu penting oleh masyarakat dan media. Urgensi persoalannya terletak dari materi RUU Pilkada tersebut, yang dinilai kontroversial. RUU Pilkada tersebut berupaya untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah dari langsung ke pemilihan melalui DPRD.Gencarnya berbagai pemberitaan dan pembahasan media atas RUU Pilkada tersebut, terkait adanya perspektif berbeda dan alasan rasional dari masing-masing kubu. Seperti alasan kelompok yang pro-RUU Pilkada, merentangkan permasalahan pemilihan langsung, yang dinilai sarat dengan praktik politik uang, rentan konflik horizontal, high social cost, sebagian besar kepala daerah terlibat kasus korupsi. Kubu ini mengganggap bahwa pemilihan kepala daerah melalui DPRD menjadi solusi.Namun, dari kubu yang kontra-RUU Pilkada, menilai bahwa RUU tersebut sarat dengan muatan kepentingan politik partai, dan bentuk penghianatan terhadap nilai-nilai demokrasi. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD dikatakan sebagai kemunduran demokrasi. Berbagai statement politik baik dari kalangan partai politik, partisan politik maupun dari para pengamat politik Nampak berbeda-beda pandangan. Ini berimplikasi pada persepsi masyarakat terhadap politik. Masyarakat seperti dihadapkan pada kebenaran-kebenaran politik yang semu dan parsial, dan elitis, sehingga persoalan masyarakat menjadi terlupakan.Relasi DemokrasiHakikat demokrasi adalah pencapaian kekuasaan yang mampu menyejahterakan masyarakat seluas-luasnya, atau dalam istilah lain mewujudkan welfare state. Artinya demokrasi bukanlah tujuan akhir. Konsep demokrasi adalah merupakan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karenanya demokrasi bisa dimaknai cara penyelenggaraan pemerintahan, sehingga tidak tepat bila dijadikan sebagai tujuan. Prinsip penyelenggaraan pemerintah tentunya tidak harus sepenuhnya sama dengan negara sponsor demokrasi yang bermula dari demokrasi liberal.Kekhawatiran banyak kalangan atas munculnya RUU Pilkada ini yang membuat para pemangku kekuasaan semakin elitis dan jauh dari masyarakat. Ini cukup beralasan. Apabila dicermati dari hasil pemilihan secara langsung, para pemangku kekuasaan sering melupakan rakyat. Apalagi pemilihan melalui sistem perwakilan di DPRD.Inisiatif RUU Pilkada yang materinya menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD, relatif berseberangan dengan prinsip dasar demokrasi yang menyatakan democracy from the people, by the people, and for the people. Makna yang dapat ditangkap dari prinsip ini adalah demokrasi membutuhkan partisipasi masyarakat.Verba, et al (1995) menjelaskan tentang pentingnya partisipasi politik ini dengan alasan “provides the mechanism by which citizen can communicate information about their intersts, preferences and needs and generate pressure to respond”. Secara teoritis partisipasi masyarakat dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, partisipasi langsung adalah partisipasi dengan keterlibatan masyarakat (participatory democracy), yang terimplementasi dalam kegiatan-kegiatan politik, seperti debat politik, diskusi publik, menghadiri kampanye dari para kandidat, bedah visi misi dan program kandidat. Selain itu memunculkan kegiatan lobi politik yang dilakukan oleh kelompok kepentingan politik juga bagian dari partisipasi.Kedua, partisipasi tidak langsung (representative democracy). Dengan keterlibatan public yang terbatas atau bahkan diwakilkan dapat diidentifikasi dari kegiatan mencoblos dalam pemilu kepala daerah yang sesuai dengan kreteria pilihan masyarakat.Pada kategori partisipasi langsung akan menghasilkan dinamika politik, yang mana rakyat bisa secara langsung menilai figure-figur yang sesuai dengan aspirasi mereka, sehingga layak dipilih sebagai kepala daerah. Dinamika politik yang berbasis pada partisipasi ini kualitasnya tergantung pada seberapa intensip keterlibatan individu dalam berbagai aktivitas politik. Belajar dari berbagai peristiwa pemilihan umum kepala daerah secara langsung, partisipasi masyarakat menunjukan adanya dinamika politik.Faktor lain yang tidak kalah penting, pemilihan kepala daerah secara langsung dapat dijadikan sebagai tolok ukur atau indikator legitimasi pemerintahan yang terpilih. Maka berbagai kegiatan sosialisasi dilakukan oleh pemerintah, agar partisipasi masyarakat pemilih dapat meningkat. Sehingga dapat mendorong masyarakat untuk memberikan hak suaranya.Apabila RUU Pilkada ini menjadi keputusan, dapat dipastikan partisipasi politik masyarakat menjadi terpinggirkan. Masyarakat bukan lagi menjadi aktor utama dalam ranah demokrasi, yang ada masyarakat hanyalah sebagai objek pasif dari proses demokrasi politik. Jelas sekali menunjukan bahwa apabila pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPR, maka dinamika politik juga akan berlangsung timpang, Tidak ada kekuatan masyarakat yang akan menjalankan fungsi kontrol. Konsekuensinya program pembangunan yang direncanakan tidak lagi berorientasi pada masyarakat, tetapi lebih berorientasi pada proyek, kepentingan kelompok dan golongan. Selain itu, akan lahir kepala-kepala daerah yang elitis, kurang memahami masyarakat, tidak mengakar, bahkan cenderung arogan.Memang kepala daerah dari hasil pemilihan umum secara langsung, bisa jadi berperilaku demikian. Tapi, perbedaannya sangat jelas, kalau lahir dari pemilihan umum secara langsung, masyarakat secara partisipatif dapat terlibat dalam melakukan pengawasan. Sebagai catatan akhir, RUU Pilkada ini harus dikaji ulang, dan spirit yang menjadi roh hendaklah lebih mengedepankan partisipasi politik masyarakat, agar demokrasi negeri ini bergerak ke depan, bukan sebaliknya mengalami kemunduran. Untuk itu, langkah strategis yang dapat dilakukan adalah, semua elemen masyarakat menyuarakan persoalan ini secara terus menerus dan konsisten. (*)
Terkait#kepala daerah dipilih dprd#Opini Publik#Pemilukada#ruu pilkada
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Partisipasi Politik Masyarakat Terancam"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.