|
EKSEKUTIF VERSUS LEGISLATIF |
Anang Syachwani.Z
Sewaktu dimulainya pendaftaran Calon Anggota DPRD, dimana banyak calon anggota DPRD yang hanya bermodal popularitas, benar adanya. Bila anggota DPRD hanya bermodal popularitas kelak dalam proses-proses, legeslasi, budgeting, dan pengawasan, mereka tak akan mampu menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan. Hal demikian tidak hanya membuat dewan menjadi lemah di mata pemerintah, namun juga menjadikan partai politik yang terdiri dari sekumpulan anggota yang bermodalkan popularitas akan menjadi kerdil dihadapan parpol lainnya.
Politik sebagai sebuah seni, tentu harus dimiliki oleh para politikus. Sebagai sebuah seni, hal demikian digunakan untuk mencapai sebuah tujuan. Seorang politisi harus mempunyai keahlian tentu diperolehnya dari pengalaman yang dilalui. Semakin senior seorang politikus, keahliannya semakin tinggi.
Bila seseorang yang sebelumnya tidak pernah berkecimpung, dalam dunia politik, kemudian tiba-tiba masuk ke dunia politik ia akan gagap. Akibatnya di dalam lalu lalangnya pekerjaan politik yang penuh dengan debat dan intrik, ia akan lebih banyak diamnya atau menjadi penonton. Akibatnya bila ada sebuah keputusan yang hendaknya diambil, bisa jadi ia kena “yesmen”.
Ciri-ciri partai politik yang anggotanya lebih banyak bermodalkan popularitas, modal kaya, dan tanpa mempunyai kapasitas, yang mumpuni adalah mereka yang selalu kalah dalam proses pembuatan keputusan seperti perda misalnya.
Dalam proses pembuatan undang-undang mulai dari komisi, pansus, hingga tahap pengambilan keputusan dalam sidang paripurna, yang dibutuhkan tidak hanya pintar dan kuatnya argumentasi namun juga harus lihai melobi.
Tak hanya pintar dan kuat beragumen serta pandai melobi saja, namun harus bisa juga menggalang koalisi dengan partai lainnya. Hal demikian penting sebab ketika argumen dan lobi tak sepakat atau tidak menemui titik temu, biasanya dilakukan dengan cara voting. Voting bukan barang haram, dalam demokrasi bahkan menjadi wajib.
Penulis merasa kurang optimis kehadiran para legislator yang muncul saya anggap seperti dadakan karena betapa tidak, pihak eksekutif sumber daya manusianya lebih mumpuni dari legislatif.
Dari catatan penulis legislator yang baru dilantik berjumlah 40 orang, dari empat puluh orang tersebut hanya seorang yang berpendidikan setara 2 ( S2 ). Sedangkan pendidikan setara 1 ( S1 ) berjumlah 16 orang. Sementara sisanya 23 orang pendidikanya hanya setingkat sekolah tingkat atas ( SMA ).
Kalau kita bandingkan dengan pendidikan dari pihak eksekutif, pada umumnya pendidikan sudah dapat gelar setara 2 ( S2 ). Hampir semua yang pegang eselon dari eselon IV, III, apalagi eselonh II semuannya S2.
Jadi dari segi pendidikan legislatif jauh tertinggal dengan eksekutif.
Dalam rapat dengar pendapat ( RDP ) tentu pihak legislatif akan kedodoran dalam suatu masalah.
Maka, oleh karena itu, hendaknya pihak legislatif harus mempunyai staf ahli untuk memberikan masukan-masukan kepada legislator yang pendidikan dibawah dari eksekutif. Sangat disayangkan pihak Parpol, menjaring caleg tidak selektif, terutama dari segi pendidikan.
Penulis : pekerja pers
sumber: radarsampit[dot]net
Belum ada tanggapan untuk "EKSEKUTIF VERSUS LEGISLATIF"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.