|
Kekuasaan dan Seteguk Air |
oleh: hg makmur lc mfil ipengurus for-silam kalselsuatu hari ibnu sammak al-qhas dari negeri kufah berkunjung ke rumah khalifah harun ar-rasyid, ketika itu harun merasa haus dan minta ambilkan air untuk diminum.
ketika ingin meminum air tersebut, ibnu sammak bertanya, “wahai amirul mukminin, seandainya aku tahan engkau meminum air itu, berapa gantinya biar engkau bisa meminum air tersebut.
”harun menjawab, “akan aku ganti dengan separo
kekuasaan yang aku miliki, ibnu sammak kembali berkata, kalau begitu silakan minum, semoga allah memberikan kesehatan kepadamu.
setelah harun meminum air, ibnu sammak kembali bertanya kepada harun, “wahai amirul mukminin, seandainya air yang sudah engkau minum itu tetap berada di dalam tubuhmu, dan engkau tidak mampu mengeluarkannya (maksudnya tidak bisa kencing), dengan apa engkau menebusnya.
harun menjawab, aku tebus dengan seluruh kerajaan dan
kekuasaanku.
ibnu sammak kembali berkata, “wahai harun ar-rasyid ketahuilah bahwa nilai sebuah
kekuasaan tidaklah lebih dari seteguk air minum dan setetes air kencing.
dari cerita di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa
kekuasaan bagi orang yang beriman dan meyakini adanya hari kiamat, maka
kekuasaan bukan sarana untuk memuaskan hawa nafsu, dan menumpuk harta kekayaan pribadi.
rumusan
kekuasaan dan politik seperti yang ditawarkan ibnu khaldun berasal dari pemahaman bahwa
kekuasaan dan politik merupakan tanggung jawab dan amanah dari allah swt.
kekuasaan mewujudkan kemaslahatan bagi segenap manusia, membantu yang lemah, merangkul semua pihak, menjunjung hukum, mendengar aspirasi, membela masyarakat yang tidak mampu, berprasangka baik terhadap pemeluk agama, menghindari tindakan makar, korupsi dan lain-lain.
ini adalah cermin etika politik yang semestinya menjadi pijakan praktis dalam setiap tindakan politik.
konsep yang ditawarkan ibnu khaldun ini adalah bagaimana agar
kekuasaan maupun politik itu senantiasa direfleksikan bergandengan dengan rasa kemanusiaan.
tidak ada yang salah dengan keinginan mencari
kekuasaan.
politik sendiri memang alat mencari dan mempertahankan
kekuasaan.
namun, ibnu khaldun memberi panduan, bagaimana
kekuasaan itu menuju kepada pencapaian tujuan bersama.
bagi ibnu khaldun, sangat penting mendorong politik yang berkemanusiaan,
kekuasaan yang bertumpu pada keadilan.
kekuasaan sendiri tidak akan kekal dimiliki oleh seseorang.
jika pun kemudian harus diserahkan kepada orang lain, atau jika kemudian kencing pun tak bisa lagi karena mempertahankan
kekuasaan, maka serahkanlah
kekuasaan itu kepada orang lain.
allah memberikan
kekuasaan kepada seseorang tidak serta merta.
allah memberikan berkah dan ridho-nya berupa kemuliaan kepadanya.
artinya, orang yang diberikan
kekuasaan tertentu oleh allah bukanlah orang yang pasti bernilai tinggi di mata allah, sehingga ia akan memperoleh berbagai kemuliaan dari
kekuasaannya.
oleh karena itu, tidak sedikit orang yang mendapatkan
kekuasaan dan berkuasa dalam waktu yang cukup lama, bahkan memperoleh dukungan rakyat secara mayoritas, berujung pada kenistaan dan penderitaan.
misalnya, di zaman dulu kita semua mengenal bagaimana fir’aun, namrud, hitler, atau beberapa pemimpin dunia modern seperti ferdinand marcos, pol pot, saddam husein, muammar khadafi, dan hosni mubarak.
di akhir
kekuasaan mereka, bukan kemuliaan yang mereka peroleh, tetapi justru kehinaan dan kenistaan.
di sisi lain,
kekuasaan yang diberikan allah kepada seseorang bisa juga akan membawa pada ketinggian dan kemuliaan derajatnya di mata rakyat dan di hadapan allah sekaligus, seperti yang dialami oleh para nabi dan rasul allah serta para khulafaur rasyidin.
mereka benar-benar mendapatkan
kekuasaan sekaligus memperoleh rahmat dan ridho allah serta kemuliaan di mata manusia.
kekuasaan seperti ini biasanya menjadikan seseorang semakin dekat dengan allah dan juga dekat dengan rakyatnya, serta selalu tunduk pada
kekuasaan-nya.
mereka melaksanakan
kekuasaan secara adil dan memberikan kemaslahatan yang banyak bagi rakyatnya.
mencintai rakyatnya dan juga dicintai oleh rakyatnya.
kekuasaan seperti inilah yang akhirnya akan mengangkat derajat seseorang di dunia dan tentu akhirnya memperoleh derajat tinggi di hadapan allah kelak di akhirat.
yang harus dipahami bersama adalah, bahwa ketika seseorang menjadi pemimpin atau pemilik
kekuasaan, ia harus tetap tunduk kepada
kekuasaan allah.
ia harus tunduk pada aturan-aturan allah untuk menjalankan roda
kekuasaannya.
baik yang dijelaskan langsung melalui ayat-ayat qauliyah (hukum-hukum alquran) maupun melalui hukum-hukum buatan manusia yang seiring dan sejalan dengan hukum-hukum allah.
jika ini dilakukan, ia akan dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik dan selalu dalam rahmat dan ridho-nya, dan jika sebaliknya, pastilah hina dan celaka yang nantinya diperolehnya.
begitu juga, bagi yang kalah atau belum memperoleh
kekuasaan, ini bukanlah malapetaka atau kehinaan yang harus disesali secara berlebihan.
jadilah pemimpin yang mempunyai tujuan yang jelas, jangan jadi pemimpin yang pelit, bertujuan menumpuk harta semata.
contoh pemimpin yang ideal adalah rasulullah muhammad saw, yang memimpin dengan penuh bijaksana, adil, dan merakyat.
tidak ada contoh pemimpin yang ideal pada zaman sekarang ini, kecuali berkaca dengan apa yang dicontohkan oleh rasulullah dan para sahabat rasulullah.
semoga kita mendapatkan pemimpin yang bisa mengambil contoh dari karakter rasulullah.
amin (*)
terkait    #opini publik
baca juga
bpjs, rs dan honor dokter
menelisik nasib partai islam
negeri gizi buruk (memperingat hari gizi nasional 25 januari 2014)
menyoal ancaman mogok dosen dan guru
kesadaran teologi antibencana
editor: dheny
sumber: banjarmasin post edisi cetak
tweet
)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Artikel keren lainnya: