Agama dan Selera Pasar |
oleh: mujiburrahmanramadan jelas bukan sekadar bulan puasa, tarawih dan tadarus.
ramadan juga momen pasar, ketika aneka barang dan jasa ditawarkan kepada konsumen.
agar laku, penjual harus pandai membaca selera konsumen, mengemas komoditas yang ditawarkan dan cerdik merayu pembeli.
makanan adalah komoditas yang umum ditawarkan di bulan suci ini, seperti kurma, sirup aneka rasa, hingga berbagai kue, sayur dan lauk tradisional di pasar wadai.
restoran-restoran juga menyajikan rupa-rupa menu berbuka, dan hotel-hotel menawarkan paket bermalam dan sahur yang nikmat.
tak kalah menggoda adalah berbagai makanan yang dijual di banyak warung kaki lima, dari sore hingga subuh.
selain makanan, menjelang lebaran, pakaian adalah komoditas yang banyak diburu konsumen.
aneka busana yang sudah dicitrakan sebagai busana muslim, dengan berbagai motifnya, semakin banyak dicari pembeli.
tidak hanya itu.
baju, gaun, celana, rok, sepatu, sandal dalam berbagai desain, juga membanjiri pasar.
tak terkecuali tukang jahit, yang sejak awal ramadan, sibuk menerima pesanan.
namun kalau kita cermati lebih jauh, selain makanan dan pakaian, acara-acara bernuansa keagamaan sebenarnya juga turut mengikuti selera pasar.
perhatikanlah acara-acara di televisi.
ada ceramah agama, sinetron religi, kontes penceramah (dai), kontes menghafal alquran, hingga berbagai hiburan musik, joget, sulap dan lawak.
bukankah semua acara ini disajikan untuk meraih pemirsa sebanyak-banyaknya?misalnya, ceramah agama di televisi umumnya diisi para dai selebriti.
mereka tampil elegan, dan berusaha menghibur dengan nyanyian dan lawakan.
tidak jarang, kemampuan menghibur dan berakting lebih menonjol daripada pesan-pesan keagamaan yang disampaikan.
sementara itu, mereka harus tunduk pada waktu yang terbatas, diselingi oleh iklan-iklan yang membiayai siaran tersebut.
hukum pasar ini juga berlaku di luar televisi.
ceramah-ceramah ramadan seperti kuliah subuh, ceramah setelah tarawih, menjelang berbuka hingga nuzulul quran, juga mengikuti selera pasar.
para penentu pasar ini, terutama adalah pengurus masjid dan langgar, atau panitia penyelanggara.
penceramah yang tidak atau kurang disukai, tidak akan diundang.
kadangkala, jaringan organisasi turut menentukan pula.
karena itu, wajar jika tidak semua ulama akhirnya menjadi penceramah populer.
sebaliknya, orang yang pengetahuan agamanya paspasan, bisa saja menjadi penceramah dengan ribuan bahkan jutaan anggota jemaah.
selain itu, segmen pasar masing-masing penceramah juga seringkali berbeda.
ada yang diidolakan kawula muda.
ada yang disukai ibu-ibu rumah tangga.
ada pula yang disenangi oleh kaum terpelajar.
demikianlah, agama akhirnya menjadi sejenis komoditas, yang secara sadar atau tidak, melibatkan proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli, produsen dan konsumen, penceramah dan jemaah.
penceramah bukan hanya mempengaruhi jemaah, tetapi juga sebaliknya.
kedua belah pihak, secara terbuka atau samar-samar, melakukan transaksi atas dasar saling menguntungkan dan kerelaan.
apakah hal ini menggembirakan atau menggalaukan? hal ini mungkin positif, jika dilihat dari adanya kebebasan orang memilih jenis kesalehan yang dia inginkan.
tak ada paksaan dalam beragama.
tetapi di sisi lain, jika sajian-sajian agama tunduk pada selera pasar, maka bisa saja terjadi pendangkalan agama.
kesejatian nilai-nilai agama yang ruhaniah, bisa terbenam oleh kepentingan rendah duniawi belaka.
karena itu, gebyar ramadan tidak sertamerta melahirkan masyarakat yang disiplin, jujur dan bebas dari korupsi dan narkoba.
banyaknya jemaah pengajian, belum tentu melahirkan perilaku saleh yang massif.
ramainya safari ramadan yang dilaksanakan pejabat dan iklan para politisi di televisi menjelang berbuka puasa, tidak otomatis menunjukkan kesetiaan mereka pada nilai-nilai luhur agama.
inilah paradoks agama yang terjerat hukum pasar.
sebagai wahyu, agama memang bersifat ilahi.
tetapi ketika menjelma dalam kehidupan manusia, agama tampil dalam berbagai rupa.
ketika agama menjadi komoditas di pasar bebas, orang pun bebas memilih.
tetapi memilih bukanlah perkara mudah.
di pasar, semua komoditas seolah baik dan bermutu, sehingga jika tidak cermat, kita akan mudah tertipu! (*)
)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Agama dan Selera Pasar"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.