|
‘Jembatan’ di Utara Bangka |
teluk kelabat, kawasan utara bangka, sungguh menyimpan sejuta pesona.
selain sebagai potensi bahari, kawasan ini adalah kawasan wisata potensial.
kawasan ini, setidaknya sampai saat ini masih berupa potensi, belum tergali.
kini, amatlah wajar kiranya ketika warga di kawasan ini memimpikan sebuah jembatan.
jembatan dalam arti denotatif dan dalam arti konotatif.
tanjung ru dan tanjung gudang adalah dua tanjung yang harus disatukan.
membangun jembantan penghubung sesungguhnya memberikan harapan baru bagi masyarakat di kawasan ini.
tak perlu lagi sepeda motor naik ketek, sekedar untuk menyeberang.
maka gagasan pembangunan jembatan ini disambut luas warga di kawasan ini.
sayang, entah karena apa, tahun 2013 ini tidak ada anggaran apapun untuk rencana pembangunan tersebut.
konon apbd provinsi tidak mencantumkannya, apalagi apbd kabupaten kedua daerah.
jembatan ini juga dapat dimaknai sebagai jembatan bagi upaya untuk menyatukan dan menyejaterahkan warganya.
sungguh, jembatan di utara bangka menjadi jembatan yang dapat memupus derita mereka akan kealpaan membaca peta sejarah yang sudah tertoreh sejak lama.
jembatan menjadi penuntas dahaga akan keterjauhan warga dari kantong-kantong pemerintahan kabupaten.
demikianlah, karena memang tidak bisa dinafikkan bahwa jauh dari kantong berarti juga menjadi warga negara kelas dua.
saya pun pada akhirnya ikut-ikutan bergumam: sepertinya lebih penting jembatan penghubung tanjung ru-tanjung gudang ketimbang jalan lingkar timur ya? atau kadang saya bergumam, mengapa rumah sakit provinsi tidak dibangun di seputaran kawasan teluk kelabat sehingga bisa turut menyedot pasien dari kawasan luar yang dekat dengan sisi utara pulau bangka? bukankah warga kita juga banyak di sana yang jauh dari jangkauan rumah sakit ibukota?tentu kita menyambut gembira kembali digelontorkannya isu pemekaran bangka utara, tapi ada pesan penting tentunya yang juga patut kita sampaikan.
pertama, bahwa pemekarang memang usaha politik, tetapi sebaiknya jangan terlampau dipolitisasi.
kedua, elemen-elemen internal di kawasan ini sebaiknya solid dan komit.
insoliditas adalah racun dalam tubuh, sementara sikap apatis adalah virus yang harus disingkirkan.
ketiga, bergeraklah secara sistematis dan terarah agar tujuan percepatan pembangunan pun dapat tercapai.
gagasan dasar dari pemekaran sesungguhnya adalah percepatan kesejahteraan masyarakat.
tidak ada salahnya, sembari menyiapkan berbagai usaha pemekaran, upaya percepatan kesejahteraan pun menjadi tanggung jawab pemerintah induk.
bukan mencari mereka hanya dikala hendak pilkada, namun kemudian mengabaikannya ketika sudah terpilih atau kalah.
di balik itu, barangkali ada yang hendak menjawab tantangan saya dalam diskusi percepatan pembangunan di belinyu 23 februari lalu: beranikah bupati atau wakil bupati terpilih kelak tinggal dan berkantor di kawasan utara ini? dengan demikian, mereka harus memuluskan jalan, memperbaiki listrik, menambah infrastruktur, dan dengan sendirinya memberikan perhatian berimbang? jika ada, maka itulah bupati pilihan.
jika tidak ada yang berani, maka kawasan ini bisa jadi akan tetap tidur panjang.
tentu, sebenarnya gagasan pemekaran bukan sekedar obsesi untuk rebutan peluang jabatan jika kelak terbentuk.
semua ini lebih pada substansi kesejahteraan.
jika jembatan menuju kesejahteraan diberikan, pemekaran sebetulnya tidaklah menjadi tujuan.
maka, mari bersama menyemangati dan menyoraki hadirnya
‘jembatan’ tersebut.
(*)
Sumber: tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "‘Jembatan’ di Utara Bangka"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.