Menakar Kematangan Beragama |
oleh : prof kamrani buseri/tanpa terasa kita menghabiskan satu bulan di tahun 2013, dan hari ini kita berada pada hari ke 20 bulan maulid rasul. pepindahan tahun dan tibanya bulan maulid tentu sangat berarti bagi yang mau mengambil makna darinya.peralihan tahun dan tibanya bulan maulid seakan begitu cepat sehingga seringkali orang lupa bahwa saat ini telah berada di abad ke 21 miladiah dan berada pada abd ke 15 hijriah.peralihan tahun sepintas berarti pertambahan usia siapa pun, anak-anak, remaja, dewasa atau tua. pertambahan usia seharusnya menjadikan diri kita menjadi semakin dewasa, semakin matang terutama matang dalam beragama. berbagai kegiatan menyambut perpindahan tahun dilakukan dan diantaranya ada yang bahkan menunjukkan aktivitas kurang dewasa bahkan kurang matang.kelompok anak-anak dan remaja seringkali mengiringinya dengan bersuka ria, seakan melepaskan semua beban di tahun sebelumnya. sebagian masyarakat mendatangi tempat-tempat hiburan terbuka dan peluncuran kembang api di berbagai tempat yang lazim hampir terulang setiap tahun.dalam konteks memaknai penggantian tahun, ada pula yang melakukan dengan corak yang berbeda. untuk ini saya teringat kepada peringatan tahun baru 2012 ketika diundang wali kota balikpapan untuk melakukan peringatan melalui muhasabah bersama-sama dengan aparatur pemerintah, ulama dan sejumlah undangan lainnya dengan melaksanakan salat magrib berjamaah, salat hajat dilanjutkan dengan taushiah.tausyiah utama adalah mengajak bersyukur, yang penting adalah untuk menghitung diri dengan ukuran sebagaimana digambarkan oleh allah pada alquran surah al-fathir ayat 32, yang intinya allah membagi orang-orang yang mengimani alquran kepada tiga kelompok yakni kelompok yang menzalim dirinya (zhalimun linafsih), kelompok yang tengah-tengah (muqtashid) dan yang terhebat adalah kelompok yang selalu mendahului dalam kebajikan (saabiqun bil khairat). kelompok terakhir inilah yang dijanjikan allah akan masuk surga tanpa dihisab.nah pada kesempatan masih panasnya memasuki 2013, bersamaan dengan mauludan untuk memperingati kelahiran nabi besar muhammad saw pada tahun ini ada baiknya kita merenung kembali tentang diri kita, tetapi dengan alat ukur "kematangan beragama".memperingati maulid rasul dapat dimaknai sebagai upaya perenungan diri untuk kembali terlahir sebagai manusia baru sejalan dengan diutusnya rasul ke dunia ini. manusia baru yang terus semakin dewasa dan matang dalam beragama.untuk mengukur seberapa jauh kematangan beragama kita, ada baiknya alat ukur "kematangan beragama" (the mature of religion) yang dikemukakan seorang ahli psikologi agama yakni wh clark yang menulis buku psichology of religion, walaupun tentu dengan memodifikasinya. alat ukur itu berupa beberapa pertanyaan yang harus dijawab sejujurnya oleh diri kita.pertama, apakah agama sebagai sesuatu yang primer, yakni sesuatu yang paling utama dalam hidup kita, ataukah agama disikapi hanya pada nomor sekian dalam kehidupan. bagi seseorang yang mengutamakan uang misalnya agama bisa terbelakangkan, karena terlalu menomorsatukan uang maka syariat agama terkait kegiatan ekonomi dengan mudah dilanggarnya, agama diposisikan berada di bawah uang.kedua, apakah agama itu sejuk bagi anda, yakni apakah kita merasa sejuk dengan agama yang kita anut ataukah merasa terpaksa bahkan merasa berat. agama bukan menjadi beban dalam kesehariannya, baik itu aspek ibadah, muamalah maupun akhlak. inilah yang disebut oleh rasul dengan manisnya iman (halawah al-iman).ketiga, apakah self critic, maksudnya apakah kita mampu mengkritisi keberagamaan kita, melalui penilaian dan kritik itu insya allah kita akan semakin dekat dengan kebenaran yang diajarkan tuhan. melalui keberanian mengeritik diri sendiri dari segi agama, akan semakin sempurna agama seseorang.kemudian, apakah kita beragama semakin bebas dari magik maupun khurafat-khurafat. kita semakin harus terbebas dari jimat-jimat, peramalan dukun, mistik-mistik dan yang sejenis. pembebasan dari hal-hal magik itu akan membersihkan iman kita. perhambaan hanya ada satu yakni kepada tuhan. keimanan yang seperti itulah yang akan melahikan perilaku-perilaku demokrat, sikap kesamaman, tidak menjajah dan tidak mau dijajah oleh sesama makhluk manusia.juga, apakah agama memberi makna dinamis. apakah agama telah memotivasi untuk beramal, berkreasi, berijtihad, melakukan sesuatu yang berkualitas semakin menjadikan kita dinamis dalam kehidupan ini.lalu, apakah agama kita semakin terintegrasi, terintegrasi antara iman, ilmu dan amal; terintegrasi antara dunia dan akhirat, terintegrasi antara akidah, ibadah dan muamalah (hubungan dengan allah) sehingga memunculkan akhlakulkarimah. dalam sebuah hadis, nabi pernah menjelaskan tiga aspek dari agama sekaligus yakni, islam, iman dan ihsan yang tersimpul dalam satu hadis.kita juga harus menngukur apakah agama memberi efek sosial, semakin matang agama seseorang, akan semakin banyak kemanfaatan dirinya bagi orang lain dan masyarakat. nabi menegaskan bahwa sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain (khairunnaas anfa'uhum lin naas).yang harus kita lakukan untuk mengukur itu, juga menanyakan kepada diri apakah semakin menunjukkan kerendahan hati, artinya semakin matang agamanya, akan semakin rendah hati bukan semakin sombong, karena dia mengerti bahwa dia bukan apa-apa, hanyalah seorang makhluk biasa.apakah semakin tumbuh, agama semakin menumbuhkan kehidupan bukan semakin menjadikan lebih terkebelakang. ada orang yang tujuan hidupnya adalah naik haji, dan setelah kembali menunaikan haji, di kampung halamannya tidak lagi bekerja keras sebagaimana sebelum dia pergi haji, akhirnya kehidupannya semakin sulit bukan semakin berkembang.terakhir apakah semakin kreatif sebab agama mendorong pemeluknya menjadi kreatif bukan statis. sikap kreatif inilah yang disebut sabiqun bilkhairat atau pioneer, inovatif dan kreatif dalam hal-hal kebajikan.berdoa saja misalnya selalu kreatif sesuai dengan apa yang kita harapkan dan karena harapan-harapan itu beragam sesuai dengan perubahan kehidupan, maka berdoa pun menjadi kreatif.sepuluh ukuran tersebut mari kita terapkan kepada diri kita sehingga kita bisa menentukan dimana posisi kematangan agama kita. bagi yang merasa masih jauh, maka pada 2013 dan seiring dengan semaraknya peringatan kelahiran nabi, berubah sedikit demi sedikit, karena perubahan itu harus dimulai pada diri.pertanyaan-pertanyaan yang diadopsi dari wh clark di atas menuntut perubahan mental dari terlalu materialis ke spiritualis, dari pasif ke dinamis, dari mental duniawi semata ke ukhrawi, dari mental individualis ke sosial, dari mental seadanya ke mental kualitas. pokoknya perubahan dari mental negatif ke mental positif, semoga. (*)/ )
sumber: tribunews.com
Belum ada tanggapan untuk "Menakar Kematangan Beragama"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.