Tribun /Tribun Jabar
Bupati Garut Aceng H.M.Fikri saat islah dengan Fanny Oktora di Ponpes Al Fadilah Garut, Rabu (5/12/2012)
BANJARMASINPOST.CO.ID - Pondok Pesantren Al Fadilah 2 yang terletak di Kampung Cukanggaleuh, Desa Dumuswiru, Kecamatan Limbangan, Kabupaten, Garut, Jawa Barat, kedatangan tamu istimewa Rabu sore lalu (05/12/2012), yakni Asep Aher, yang mengaku datang mewakili Bupati Garut, Aceng H.M.Fikri.
Ayi Rohimat (33), salah satu pengajar di Pondok Pesantren tersebut kaget bukan main menerima perwakilan sang bupati. Apalagi Asep membawa pesan bahwa sang bupati sebentar lagi akan datang ke Pondok Pesantren tersebut, dan melakukan islah kepada keponakannya, yakni Fani Oktoria, perempuan yang sempat dinikahi Aceng selama empat hari dan diceraikan melalui pesan singkat. Ayi pun panik.
Saat ditemui di kediaman Fani Oktoria yang terletak tak jauh dari pesantren, Kamis (06/12/2012), Ayi mengaku masih menyimpan dendam terhadap Aceng saat itu. Selain Aceng tidak menceraikan Fani Oktoria secara baik-baik pada Juli lalu, permintaan keluarga untuk Aceng meminta maaf dan memulangkan Fani Oktoria baik-baik pun tidak pernah digubris.
Saat foto-foto pernikahan singkat itu bocor di dunia maya awal November lalu, Aceng bahkan menuding keluarga besar Fani Oktoria yang melakukannya. Menurut Ayi yang merupakan saksi pernikahan Aceng, nama baik pesantren dan keluarga besar Fani terancam atas tudingan Aceng itu. Selain itu Ayi mengatakan keluarga juga tersinggung atas pernyataan Aceng di sejumlah media yang melecehkan Fani.
Yang ia tahu, saat utusan Aceng datang Fani Oktoria dan keluarga sedang dalam perjalanan ke Bandung untuk bertamasya ke Trans Studio Bandung, sekadar untuk memperbaiki mental Fani Oktoria setelah pernikahan singkat itu menggoncang banyak pihak. Ia tidak mengetahui ternyata Fani Oktoria dan keluarganya menemui tim Panitia Khusus DPRD Garut di rumah makan Sarmilla di Jalan Bandung-Tasikmalaya KM 46, tempat dimana Aceng menemui Fani Oktoria untuk pertamakali Juli lalu.
"Terus terang saya panik, saya lalu menelepon mereka, tapi tidak diangkat-angkat, setelah itu mereka menelepon balik, dan langsung pulang setelah saya beritahu Aceng Fikri datang," katanya.
Pertemuan Ayi dengan Asep terjadi di halaman belakang Pesantren tersebut, dimana terdapat kolam ikan serta sebuah rumah bambu, tempat santri berdzikir dan berdiskusi. Tak lama setelah Asep menyampaikan pesannya, Aceng pun datang bersama keluarganya, serta bersama Saad Alyudin atau yang dikenal sebagai Aceng Ali, yang menjodohkan Aceng dengan Fani Oktoria.
Ayi mengaku emosinya memuncak saat melihat Aceng datang. Menurutnya saat itu adalah pertamakalinya ia bertemu Aceng setelah perceraian Fani Oktoria. Ia mengatakan jantungnya berdegup keras, namun ia berusaha untuk tetap tenang demi menghargai tamu yang berniat baik.
"Bagi kami tidak ada alasan untuk menolak permintaan maaf dan menyambung kembali tali silaturahmi, karena dalam agama Islam seseorang yang memutuskan tali silaturahmi haram hukumnya mencium bau surga," ucapnya.
Sang Bupati bersama rombongan langsung masuk ke dalam rumah bambu itu tanpa menyambangi Ayi terlebih dahulu. Sesampainya mereka di dalam, Ayi yang merupakan tuan rumah di pesantren itu segan untuk masuk, alhasil ia hanya berdiri di luar sembari menunggu Fani Oktoria dan rombongan untuk datang.
Sekitar pukul 19.00 WIB, Fani Oktoria yang ditemani kedua orantuanya serta pemimpin pesantren tersebut, Aden Heri datang dan masuk ke bangunan bambu itu. Perempuan yang saat itu mengenakan jilbab biru bermotif lingkaran serta pakaian berwarna senada itu, untuk pertamakalinya menemui Aceng secara langsung setelah perkawinan singkatnya.
Rombongan Aceng yang datang terlebih dahulu mengambil tempat di salah satu sudut ruangan, sementara Fani Oktoria menempati sudut lainnya. Semua orang dalam ruangan tersebut duduk di lantai. Pada pertemuan tersebut, Aceng Ali membuka pembicaraan, menyampaikan maksud keadatangan mereka, dan meminta maaf sebagai "makcomblang" kepada Aceng dan Fani, dan mengaku tidak pernah memprediksi perkawinan itu berdampak besar bagi masyarakat.
Ungkapan Aceng Ali kemudian dibalas oleh pimpinan pesantren yang juga mewakili keluarga Fani, yakni Aden Heri. Dituturkannya bahwa tidak ada alasan keluarga menolak islah. Fani pun lebih banyak diam dalam pertemuan itu, sembali sesekali menundukkan kepala.
Ayi mengatakan, pertemuan malam itu berdampak besar bagi mental Fani yang sempat jatuh. Keesokan paginya keponakannya itu kembali menjadi seorang perempuan yang ceria, seolah seluruh permasalahan selama ini sudah selesai.
Fani yang sempat menutup diri dan menolak menemui orang yang tidak ia kenal, bahkan sempat menerima wartawan salah satu stasiun televisi swasta. Dalam kesempatan tersebut, Fani membeberkan apa yang ia alami secara gamblang.
Perempuan yang sempat bersekolah di kota Sukabumi, Jawa Barat itu mentalnya kemudian memburuk. Kondisi mental Fani Oktoria menurut Ayi kembali terganggu setelah salah satu media menyebutkan keluarga Fani Oktoria menerima Rp 3 Miliar dari Aceng untuk islah. Ia pun kembali ke kebiasaannya semula, yakni mengurung diri di kamarnya.
Bahkan saat Tribun menyambangi ke rumahnya, ia tidak bisa ditemui. Ayi yang sempat menginformasikan kedatangan Tribun menuturkan, Fani Oktoria mengaku kondisi mentalnya belum siap untuk kembali menghadapi wawancara.
Mengenai pemberitaan seputar uang islah itu, Ayi mengaku kembali tersinggung. Karena menurutnya sampai keluarga besar Fani Oktoria menerima islah, adalah karena ingin menghentikan konflik tersebut, dan menghindari dosa.
"Kami memang tidak punya apa-apa, tapi bukan berarti kami menerima uang itu, kami tidak memeras siapa-siapa," tandasnya. (NURMULIA REKSO PURNOMO).
Sumber: tribunews.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Bupati Aceng yang Mengajak Islah"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.