SAMPIT, Sikap Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang akhirnya menyepakati pembangunan 12 toko baru di eks lokasi Citra Fried Chicken (CFC) di lantai dua Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit, benar-benar membuat pedagang kecewa. Mereka kini merasa kehilangan tempat mengadu.
Seperti diketahui, Komisi II DPRD Kotim akhirnya menyetejui pembangunan 12 toko tersebut usai bertemu Dinas Pengelola Pasar pada Senin(22/10). Perubahan sikap itu tentu mengecewakan pedagang karena sebelumnya Komisi II menentang pembangunan toko sebanyak 12 unit karena menghabiskan semua eks lokasi CFC. Mengingat, hasil rapat dengar pendapat (RDP) antara pedagang dan Dinas Pengelola Pasar yang difasilitasi Komisi II pada 12 September lalu, disepakati bahwa hanya separuh lokasi yang dimanfaatkan untuk pembangunan toko, sedangkan separuhnya untuk ruang terbuka atau bisa dimanfaatkan untuk pujasera dengan konsep bangunan terbuka.
”Kami dengan hal ini sangat kecewa karena kesepakatan sebelumnya tidak diterapkan dan kami mempertanyakan konsitensi dari pemerintah daerah dan dewan (DPRD) akan keputusan itu kemarin. Kenapa sekarang dibangun semuanya?“ sesal Niah, salah seorang pedagang PPM saat ditemui Radar Sampit, Selasa(23/10).
Diakuinya, pedagang saat ini hanya bisa pasrah dengan menelan kekecewaan. ”Kami pasrah aja dengan keputusan ini, tidak ada lagi tempat kami untuk memperjuangkannya jika dewan saja sudah sepakat dengan rencana itu. Mau ke mana lagi kami arahnya dan sekarang kami hanya melaksanakan aktivitas saja,“ ungkapnya.
Pedagang lainnya mengaku turut menyesalkan keputusan pemerintah daerah yang didukung DPRD untuk membangun 12 toko. Pasalnya, kini tidak ada lagi “menu” lain setelah CFC tidak beroperasi lagi.
”Biasanya kami kalau menjelang hari raya seperti ini sudah banyak barang kami yang laku tapi sampai hari ini kami tidak melihat ada peningkatan. Salah satunya adalah masyarakat enggan lagi berkunjung ke sini. Dulu ketika ada CFC ini, orang yang tidak niat membeli apa-apa bisa saja ada niat setelah keluar dari CFC itu,“ jelasnya.
Seperti halnya Niah, pedagang yang enggan namanya dikorankan ini juga menyadari lemahnya posisi pedagang sebagai masyarakat kecil yang hanya bisa pasrah menerima ketika penguasa dan wakil rakyat sudah membuat keputusan. Mereka sangat kecewa karena ternyata DPRD yang menjadi harapan mereka pun tidak bisa memperjuangkan aspirasi para pedagang. ”Kami tak banyak berharap lagi, ini kan sudah dibangun semuanya, tidak mungkin lagi digagalkan,“ ujarnya.
Seperti dilansir, Ketua Komisi II DPRD Kotim, Otjim mengungkapkan, pembangunan 12 toko itu tetap dilanjutkan karena bupati memiliki dasar kuat untuk melanjutkan. Selain itu, bupati juga dikabarkan sempat turun tangan langsung ke lapangan, sehingga Pemkab kukuh pada rencana semula dengan membangun habis lokasi itu untuk 12 toko baru. “Kami tak bisa melarang juga apalagi dengan penjelasan mereka, lebih banyak manfaatnya (pembangunan 12 toko) dibanding dikosongkan,” jelasnya.
Menurut Otjim, PAD yang masuk dari tebusan 12 toko itu diperkirakan sebesar Rp 600 juta yang diperoleh dari nilai tebusan masing-masing kios sebesar Rp 50 juta. Selain itu, pemasukan bagi daerah juga bertambah karena ada pungutan retribusi bagi pedagang yang menempati toko tersebut nantinya.
Kepala Dinas Pengelola Pasar Mudjiono sebelumnya mengatakan, pembangunan toko baru itu dilakukan pihak ketiga. Ada beberapa manfaat dari pengelolaan yang dilakukan pihak ketiga tersebut, diantaranya, tempat penarikan retribusi bertambah, menghemat keuangan daerah, menghindari potensi kebakaran dibanding lokasi itu dijadikan wadah kuliner yang menggunakan kompor atau gas, dan akan mendongkrak PAD dari pengelolaan PPM tersebut.
Tunggakan CFC Berkurang Rp 400 Juta
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) tetap menagih tunggakan CFC di Sampit terkait pemakaian lokasi di Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit. Tunggakan yang harus dibayar CFC nilainya mencapai seratus juta lebih yang merupakan akumulasi tunggakan sejak tahun 2009 silam. Nilai itu menurun drastis sekitar Rp 400 juta lebih dari tunggakan sebelumnya yang dinyatakan Dinas Pengelola Pasar harus dibayar sebesar Rp 561 juta.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi II Otjim Supriatna kepada wartawan. “Itu sudah ditindaklanjuti, dan CFC wajib bayar seratus juta lebih, namun, hal itu belum dilaporkan kepada kami di DPRD,” kata Otjim.
Penagihan tunggakan tersebut merupakan salah satu poin hasil rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD dengan Pemkab dan sejumlah pedagang beberapa waktu lalu. Tindak lanjut salah satu poin RDP itu dilaporkan Dinas Pasar saat DPRD kembali mengundang instansi terkait untuk mengklarifikasi adanya kesepakatan yang tidak dijalankan, Senin (22/10) siang.
Otjim menuturkan, Pemkab telah selesai mengkaji nilai tunggakan yang harus dibayar CFC setelah menggunakan fasilitas Pemkab untuk berdagang. Nilai itu merupakan perhitungan uang sewa yang harus dibayarkan sejak tahun 2009 silam, ketika kontrak dengan Pemkab terkait penggratisan nilai tebusan lokasi itu habis masa berlakunya selama lima tahun sejak 2004 sampai 2009.
“Nilai tunggakan itu dihitung setelah habis kontrak, karena dia (CFC) pakai terus dan belum memperpanjang. Jadi, nilai itu yang dihitung,” katanya.
Catatan Radar Sampit, Pemilik CFC digratiskan biaya hak pemakaian tempat. Perjanjian itu berlaku selama lima tahun sejak tahun 2004. Setelah masa kontrak habis, CFC diwajibkan membayar sebesar Rp 561 juta untuk uang tebusan tempat pada tahun keenam, atau pada 2010. Namun, pihak CFC membantah mangkir dan menegaskan pihaknya yang diharuskan membayar sebesar itu tidak ada dalam klausul perjanjian awal.
Menanggapi jumlah tagihan yang turun drastis itu, Otjim menuturkan bahwa hal itu merupakan kajian Pemkab yang dihitung ketika kontrak perjanjian bebas tebusan habis. Di sisi lain, pihak CFC juga ada menyampaikan permohonan untuk dibebaskan biaya yang harus dibayarkan setelah perjanjian itu habis.
Ada beberapa pertimbangan yang diajukan dan menjadi dasar Pemkab mengkaji tunggakan tersebut. Akhirnya, nilai tunggakan yang harus dibayar hanya sekitar Rp 117 juta, atau berkurang sekitar Rp 400 juta lebih dari tunggakan yang sebelumnya disebutkan Dinas Pasar.
Kepala Dinas Pasar Mudjiono sebelumnya menegaskan, pihaknya akan tetap menagih tunggakan itu sesuai ketentuan. Besaran tunggakan yang ditagih dikaji kembali setelah ditelusuri kontrak antara Pemkab dengan pihak CFC yang mendapatkan fasilitas itu secara gratis atau bebas biaya sewa selama lima tahun.
Menurut Mudjiono, pihaknya bersikeras menagih tunggakan yang belum dibayar itu agar tidak ada tebang pilih antara pedagang yang satu dengan yang lain. “Masa CFC dibebaskan membayar sementara pedagang lain tetap membayar,” katanya beberapa waktu lalu. (ang/ign)
Sumber : radarsampit.net
Belum ada tanggapan untuk "Kehilangan Tempat Mengadu, Kecewa DPRD Dukung Pembangunan Toko Baru"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.