Gagal pergi ke tanah suci, itulah yang dialami oleh ribuan jemaah calon haji plus. Jumlahnya tidak sedikit, diperkirakan mencapai 5 ribu orang lebih. Padahal tidak sedikit uang yang sudah disetorkan untuk bisa berkunjung ke Baitullah, guna melaksanakan rukun Islam yang ke-5. Ada jemaah yang membayar hingga Rp. 100 juta. Jumlah ini bisa memberangkatkan 3 orang di jalur haji reguler. Termasuk yang gagal adalah orang tua pedangdut Ayu Ting Ting. Melihat tayangan di televisi swasta ada jemaah yang menangis histeris dan berteriak-teriak, ketika mengetahui kegagalannya berangkat haji.
Saya menduga kasus gagalnya keberangkatan calon haji plus yang disebut pemerintah non-kuota ini, juga terjadi di daerah ini, khususnya asal Kotim. Seperti yang terjadi musim haji tahun lalu, yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Biasanya para korban enggan melaporkan kasusnya. Bisa saja malu atas peristiwa yang dialaminya. Malu, karena sudah menggelar acara selamatan, dengan mengundang sanak keluarga, teman, dan para tetangga. Biasanya di acara selamatan sang calon haji menerima amplop yang berisi uang. Maksudnya sebagai sangu di perjalanan nanti. Padahal orang yang berangkat haji adalah orang mampu, terutama mampu dari segi biaya. Itulah adat kebiasaan yang berkembang di masyarakat saat ini. Tidak sedikit calon haji yang sungkan menerima amplop ini menulis di undangan yang disebarnya. “Mohon maaf tidak menerima sumbangan.”
Ada lagi yang salah kaprah saat menggelar selamatan haji dan umrah. Lebih kepada pesta-pora yang digelar, seperti menyediakan hiburan organ tunggal. Bukan lagu-lagu Islami lagi yang diperdengarkan, tapi lagu dangdut dan lagi tren saat ini. Bahkan ada undangan yang saking asyik bernyanyi hingga diiringi dengan goyangan. Kondisi ini sangat jauh sekali dengan nuansa keislaman. Selamatan yang digelar dengan maksud untuk mengeratkan tali silaturahim, memohonkan maaf atas berbagai kesalahan dan meminta doa agar selamat dalam perjalanan. Lancar menjalankan seluruh rangkaian ibadah dan menjadi haji mabrur.
Mengutip penjelasan yang disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Anggito Abimanyu, kegagalan jemaah calon haji nonkuota ini lebih disebabkan belum dikantonginya nomor porsi. Bagi calon haji reguler saja nomor porsi ini merupakan syarat mutlak untuk bisa berangkat haji. Dari nomor porsi inilah nantinya menjadi pintu masuk untuk pengurusan berbagai dokumen haji, serta mengatur ketersediaan akomodasi dan transportasi selama berada di tanah suci.
Memang di satu sisi minat umat Islam berhaji memang begitu tingginya, namun di sisi lain kuota yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi terbatas. Pembatasan kuota terkait dengan kondisi akomdasi dan transportasi yang tersedia di tanah suci nantinya. Pemerintah Arab Saudi, tidak mau terjadi kurangnya tempat pemondokan dan transportasi bagi jemaah selama berada di tanah suci. Kondisi menyebabkan tidak khusyuknya para tamu Allah SWT dalam menjalankan ibadahnya. Sejak zaman Nabi Ibrahim AS, masyarakat Arab punya kebiasaan untuk selalu memuliakan tamu yang berkunjung ke Baitullah.
Kalau dicermati, ada cara instan yang hendak ditempuh oleh calon haji plus ini. Ketika calon haji reguler perlu waktu bertahun-tahun untuk bisa berhaji, karena panjangnya daftar antrean. Asumsi mereka, dengan membayar lebih mahal, mungkin bisa segera berangkat. Tidak sedikit calon haji plus ini baru mendaftarkan diri 3 bulan sebelum musim haji tiba. Padahal calon haji reguler butuh waktu 5 – 10 tahun. Tak bisa dipungkiri kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mendadak mendapat rezeki besar dari Allah SWT. Misalnya baru menjual tanahnya yang beratus-ratus hektare atau sarang burung waletnya baru dibeli dengan harga bermiliar-miliar. Supaya berkah hartanya tersebut, segera dibawa berangkat haji. Kalau ditunda-tunda takut uangnya habis.
Kondisi inilah yang menjadi makanan empuk para biro perjalanan haji dengan menjanjikan bisa memberangkatkan ke tanah suci. Pengelola biro perjalanan menerima setoran ratusan juta uang dari orang-orang yang kebelet ingin menjadi tamu Allah SWT. Padahal sejak awal para pengelola biro perjalanan ini menyadari bahwa apa yang mereka lakukan lebih kepada untung-untungan. Artinya kalau bisa memberangkatkan para jemaah, maka akan dapat untung berlipat ganda. Kalau gagal, bisa jadi ditinggal kabur bersama uang setoran. Perkiraan mereka, para calon haji tidak akan membawanya ke ranah hukum, karena bakal repot berurusan . Selain itu akan malu dengan tetangga, keluarga dan kerabatnya, karena gagal berangkat. Selama ini mana ada biro perjalanan haji yang ditindak tegas dan oknum pelakunya dihukum berat.
Memang semangatnya untuk berhaji perlu diacungi jempol. Tapi menunaikan ibadah haji berbeda dengan pelaksanaan ibadah yang lain. Berhaji merupakan kumpulan dari seluruh ibadah yang wajib yang dilakukan oleh seorang muslim. Ibadah haji berupa zikir yang bisa dilakukan kapan saja. Tanpa ada batasan waktu dan tempat. Ibadah fisik, berupa sholat dan puasa, baik yang wajib dan sunat. Sudah ditentukan waktunya, kedua ibadah ini masih bisa dilakukan di mana saja. Tanpa dibatasi oleh tempat. Sama juga dengan ibadah harta, yaitu zakat, infaq dan sedekah.
Berhaji merupakan rangkaian dari keseluruhan ibadah tersebut, baik hati, fisik maupun harta. Hanya saja dibatasi oleh tempat-tempat tertentu dan waktu-waktu tertentu. Misalnya tawaf mengeliling kakbah dan sa’i mendaki bukit Safa dan Marwah, hanya bisa dilakukan di Mesjidil Haram, yang merupakan tempat di mana kakbah dan bukit Safa dan Marwah berada. Terlebih lagi wukuf, yang merupakan rukun utama haji. Bukan hanya tempatnya yang berada di Padang Arafah. Juga dibatasi oleh waktu, yaitu hanya pada setiap tanggal 9 Zulhidjah. Di luar tanggal tersebut tidak boleh dilakukan. Setiap calon haji wajib melaksanakan wukuf, dalam kondisi apapun. Apakah sakit parah atau menjelang sakaratul maut.
Dibatasi oleh dimensi waktu dan tempat inilah, menunaikan ibadah haji tidak bisa dilakukan secara instan. Harus butuh persiapan yang matang. Terutama menyangkut pada perencanaan waktu perjalanan. Jangan berpikiran kalau punya uang yang banyak, maka bisa diatur kapan saja. Di sinilah kita bisa melihat kebesaran dan keagungan yang dimiliki oleh Allah SWT. Allah SWT sendiri yang mengatur siapa hamba-Nya yang pantas menjadi tamunya. Bukan manusia yang mengatur dirinya untuk menjadi tamu sang Maha Suci.
Mengutip penjelasan Imam Al-Qurthubi di dalam kitab Al-Jaami’li Ahkam Al’Qur’an, Setelah selesai membangun kembali kakbah, Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dari Allah SWT, agar memproklamasikan pelaksanaan ibadah haji ini kepada manusia. Nabi Ibrahim AS menjawab: “Wahai Allah, bagaimana bisa suara saya didengar oleh seluruh umat manusia. Allah SWT menjawab: “Serulah mereka (manusia) dan aku akan menyampaikannya.” Kemudian Nabi Ibrahim AS naik ke Jabal Abi Qubais dan menyeru dengan suara keras. “Wahai manusia, sesungguhnya Allah SWT, telah memerintahkan kamu agar berhaji ke Baitullah, niscaya Allah akan memberikan pahala syurga dan menjauhkan kamu dari api neraka.” Ketika itulah seluruh manusia menjawab, baik yang ada di sulbi laki-laki maupun yang di dalam rahim perempuan dengan ucapan talbiah. Labaika Allahumma Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu.
Namun tidak semua manusia yang diseur Nabi Ibrahim AS menjawab dengan gembira. Ada yang tidak menjawab sama sekali, ada yang menjawab sekenanya atau tidak dengan hati dam perasaan serta keinginan yang besar. Ada yang menjawab dengan sekali talbiah, namun tidak sedikit yang menjawab berulang-ulang kali dengan kalimat talbiah. Kabarnya yang menjawab 2 kali, maka akan pergi berhaji 2 kali, yang menjawab berkali-kali yang berangkat hajinya berkali-kali. Wallahhu alam.
Al-Ustadz Muhammad Rusli Amin, dalam bukunya Misteri Wukuf di Arafah, menjelaskan bahwa bekal harta yang halal menjadi syarat mutlak untuk berhaji. Ketika seseorang berhaji dengan nafkah yang diperoleh secara baik atau halal, lalu mengendarai kendaraannya kemudian mengucapkan Labbaika Allahuma Labbaika, maka para penghuni langit akan menjawab: “Semoga kedatanganmu diterima dan Allah yang maha penyayang akan melimpahkan anugerah kepadamu. Karena bekalmu halal, kendaraanmu halal dan ibadah hajimu diterima dan bebas dari dosa. Sebaliknya ketika berangkat haji dengan bekal yang diperoleh secara haram, ketika bertalbiah, maka penghuni langit menjawab: “Semoga panggilanmu tidak didengar dan kedatanganmu tidak diterima, dan Allah yang maha penyayang tidak akan melimpahkan anugerah kepadamu. Bekalmu haram dan kendaraanmu haram, dan ibadah hajimu ditolak.” Pasti seorang berhaji tidak menginginkan ini terjadi.
Para calon haji yang batal berangkat. Janganlah hal itu dianggap sebagai azab dari Allah SWT, tapi merupakan sebuah tanda dari-Nya. Mungkin tahun ini masih belum masuk dalam daftar sebagai tamu Allah SWT. Insyaallah tahun depan atau tahun selanjutnya. Niat suci dan tulus untuk berhaji, sudah dicatat oleh malaikat sebagai sebuah perbuatan baik. Di saat menunggu panggilan suci itu datang lebih banyak berbuat amal sholeh . Dalam Al-Qur’an surah Alam Nasyrah Allah SWT sampai mengulang dua kali, yaitu pada ayat ke-5 dan ke-6. “Sebab sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan” dan ayat ke-6 “Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” (H Salappudinnoor)
Sumber : radarsampit.net
Belum ada tanggapan untuk "Bayar Mahal, Gagal Berhaji"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.