 |
Yang Baik Yang Terusir |
oleh: rifqinizamy karsayudasejarah selalu mengajarkan pada kita, bahwa kebajikan seorang pejabat atau tokoh
yang disemai untuk publik takkan mungkin memuaskan semua orang.
ia bahkan dapat memupuk rasa dengki dan amarah pada orang
yang berseberangan dengannya.
khalifah umar bin khattab
yang dikenal tegas dalam memimpin, menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan melayani masyarakatnya tanpa mengingat waktu, justru dibunuh di akhir hayatnya.
begitupula mahatma gandhi
yang kokoh mempertahankan idealisme dan kesederhanaan untuk kemandirian india, justru mati ditembak.
sejarah kepemimpinan negeri ini-pun tak luput dari torehan sejarah macam itu.
soekarno, sang proklamator tersingkir di akhir kekuasaanya, lalu sakit dan meninggal dunia.
soeharto
yang gigih membangun republik berpuluh tahun, menutup hayat pada saat masih dihujat dan dimakzulkan.
kini kita sedang tercengang pada seorang tri risma harini
yang kerap dipanggil risma, walikota surabaya.
walikota
yang baru saja ditetapkan sebagai walikota terbaik dunia versi lembaga non pemerintah di level internasional itu memang diakui telah mengubah wajah kotor surabaya menjadi hijau dan bersih.
taman-taman kota surabaya kini indah dipandang, anak-anak dapat bermain di pusat kota
yang rimbun lengkap dengan fasilitas internet gratis.
terakhir, risma hendak memanusiakan warganya
yang bermukim di dolly, satu kawasan lokalisasi
yang diklaim terbesar di asia tenggara.
bagi risma, dolly bukan sekedar tempat dimana penyakit medis dan sosial berasal, namun ia juga menjadi sentrum mata rantai perilaku tak memanusiakan manusia.
di tengah berbagai apresiasi publik atas kinerja risma, ia dihantam, bahkan hendak dimakzulkan.
kebijakan risma untuk membuat kotanya agar tak diisi oleh pohon-pohon reklame dan ilkan melalui kenaikan pajak reklame dan iklan berukuran besar, mendapat reaksi keras dari elite kota
yang berada di dprd.
ia pernah dimakzulkan, karena dianggap membuat kebijakan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
untungnya, menteri dalam negeri tak menyetujui usul dprd kota surabaya memakzulkannya, 2 tahun silam.
kini risma tak hendak dimakzulkan, namun ia hendak mengundurkan diri.
risma merasa tak dihargai sebagai walikota oleh rekan-rekannya di dprd,
yang semestinya menjadi mitra kerjanya sebagai sesama penyeleggara pemerintahan daerah.
ia hendak mundur, karena proses pemilihan wakil walikota (pengganti antar waktu) di dprd dinilainya cacat prosedur.
paripurna pemilihan tak memenuhi kuorum, lantaran beberapa fraksi di dprd tak mengikutinya, namun proses itu terus berjalan hingga pengusulan ke kemendagri dan dilantik oleh gubernur jatim.
proses itu-pun tak mengajak risma, walikota
yang sejatinya akan menjadi user bagi sang wakil walikota terpilih.
demokrasi
yang meletakkan kebenaran di tangan tirani mayoritas, penuh dengan konsekwensi buruk.
pada episode sebelumnya, saya menulis soal bonne moers, satu ajaran dari montesqiueu
yang mengajak kehendak-kehendak baik bersatu, menjadi mayoritas, sehingga kehendak jahat dapat dikalahkan.
dalam kasus risma, walikota dengan segudang kinerja dan penuh apresiasi publik itu, kehendak-kehendak jahat
yang dapat merusak tatanan pemerintahan dengan kehendak baik terus terkonsolidasi, hingga membuat sang walikota tak kuat hati.
sesungguhnya ini bukan hanya kisah risma.
banyak orang baik di jagat birokrasi dan politik kita terusir oleh konsolidasikehendak jahat.
mereka
yang memelihara diri dengan meningkatkan kapasitas dan menjaga integritas, nyatanya tak diakui oleh lingkungan birokrasi atau politiknya.
mereka bahkan terkucilkan, sebagian lain terusir lantara tak mau membangun kompromi jahat dengan kelompok mayoritas di lingkungannya.
pemilu
yang akan kita laksanakan nanti juga meletakkan kebenaran di tangan mayoritas.
jika dalam satu daerah pemilihan tedapat 100 orang pemilih, dimana 90 orang diantaranya adalah para bandit, rampok, koruptor dan orang-orang
yang kesehariannya penuh dengan perilaku jahat.
sementara 10 orang lainnya adalah orang dengan idealisme dan kesalehan pribadi dan sosial, maka hasil pemilu dapat dipastikan akan dimenangkan oleh parpol
yang dapt merefresentasikan kehendak mayoritas.
mayoritas
yang kebetulan kesehariannya penuh dengan kehendak jahat.
hasil pemilu itu akan membentuk parlemen
yang mayoritas anggotanya membangun kontrak dengan kehendak jahat, sebagian kecil anggota parlemen saja
yang berkehendak baik membangun bangsa.
kinerja parlemen dengan demikian akan mengakomodasi kehendak-kehendak jahat ini.
boleh jadi akan lahir uu tindak pidana korupsi baru
yang isinya justru membuka banyak peluang korupsi.
lahir pula darai tangan parlemen macam itu berbagai uu lain
yang mengakomodasi kehendak-kehendak jahat.
lalu kemana saluran kehendak-kehendak baik? ia hanya menghiasi kolom-kolom media, kritik di berbagai acara televisi, seminar, diskusi dan buku-buku.
seluruh bentuk dari kehendak-kehendak baik
yang terusir oleh mayoritas kehendak jahat.
wallahu’alam.
(*)
googletag.
cmd.
push(function() { googletag.
display('div-banjarmasin-article-bottom-signature'); });
)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Yang Baik Yang Terusir"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.