banyak orang tercengang mendengar kabar labora sitorus, seorang polisi di kepolisian resor raja ampat papua barat.
aparat penegak hukum berpangkat ajun inspektur polisi satu (aiptu, setara pembantu letnan satu) ini diketahui memiliki kekayaan luar biasa.
lalu-lintas transaksi di rekeningnya mencapai rp 1,5 triliun!akhirnya, polisi bergaji pokok rp 2 jutaan ini, ditangkap sejawatnya atas sangkaan sebagai pelaku bisnis tak legal di bidang penebangan, pertambangan, dan penimbunan bahan bakar minyak, di papua barat dan sekitarnya.
dunia penegakan hukum di tanah air pun kembali geger.
publik tentu masih ingat kasus insepktur jenderal polisi joko susilo yang mengegerkan itu terkait pengadan simulator mengemudi untuk ujian menjelang perolehan surat izin mengemudi (sim).
belum lagi pembangkangan dan perlawanan susno duadji.
institusi kepolisian terus dalam sorotan, karena masyarakat sangat berharap lembaga ini betul-betul bisa diandalkan.
di tengah situasi seperti hari-hari ini, ketika keterbukaan yang menandai dinamika demokrasi makin jadi tuntutaan, maka hukum lah yang jadi panglima sekaligus pilar utama kehidupan sebuah bangsa.
polisi adalah satu di antara unsur penegak hukum.
manakala tidak lagi bisa dijamin integritasnya, maka runtuh pula kekuatan bangunan demokrasi dalam masyarakatnya.
bagaimana mungkin hukum bisa ditegakkan jika aparat-aparat yang seharusnya menegakkan hukum malah membengkok-bengkokannya.
bagaimana seorang polisi bisa tegas menegakkan hukum jika dia punya kepentingan karena diri atau keluarganya memiliki usaha tertentu yang rentan bersinggungan dengan peraturan-peraturan.
dalam kasus labora, ia menyatakan tak ada yang janggal pada rekening-rekeningnya yang super jumbo, karena rekening itu digunakan bagi kepentingan bisnis yang dikelola istrinya dan kerabat-kerabatnya.
berdasar laporan pusat penelitian dan analisa transaksi keuangan (ppatk), polisi mengecek dugaan bisnis bbm dan kayu ilegal di sorong.
ternyata transaksi itu terkait rekening labora, mencakup sekitar 60 perusahaan.
karopenmas polri menyebutkan, larangan bagi anggota polri berbisnis diatur dalam kode etik profesi serta peraturan mengenai disiplin anggota.
namun aturan itu tak mengikat bagi anggota keluarganya.
mengikat atau tidak, tentu saja masih bisa diperdebatkan, karena batasannya amat tipis antara individu yang bersangkutan dengan istri, anak, adik, sepupu dan unsur-unsur nepotik lain ketika hal itu diperhadapkan dalam koridor penegakan hukum, manakala ada dugaan pelanggaran.
mungkin betul, anggota polisi juga manusia, punya hak sama dengan manusia lain untuk hidup layak dan memeporeh kekayaan.
hanya saja perlu diingat, bahwa profesi itu menuntut pengabdian dan dedikasi tinggi karena institusi tersebut bukanlah lembaga bisnis.
karena itu, tak ada bisnis "halal" bagi para perwira kepolisian.
peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota kepolisian negara kesatuan republik indonesia sebagai dasar hukumnya.
pasal 5 huruf f pp tersebut menyebutkan 'dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota kepolisian negara republik indonesia dilarang: memiliki saham atau modal dalam p1erusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya'.
dan, semua kegiatan usaha atau bisnis tentu berkaitan dengan lingkup kekuasaan polisi yang bersinggungan dengan masyarakat.
labora hanya satu contoh.
publik paham betul dia tidak sendirian.
ada sekian banyak labora lain yang "bekerja" dengan cara masing-masing.
(*)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Labora Pasti Tak Sendiri"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.