Rumus Matematika Moral |
oleh: mujiburrahmandalam /seminggu terakhir, sekurangnya ada dua kasus hukum yang menjadi berita utama di media, yaitu dugaan penyalahgunaan narkoba oleh artis raffi ahmad bersama kawan-kawannya, dan dugaan korupsi impor daging sapi yang melibatkan presiden pks, luthfi hasan ishaaq.sebagai tokoh publik, wajar jika keduanya menjadi pusat perhatian. raffi ahmad adalah selebritas papan atas yang dikenal orang-orang dekatnya sebagai pribadi yang baik, sedangkan luthfi hasan ishaaq adalah pemimpin satu partai islam yang cukup disegani di negeri ini.karena itu muncul spekulasi, apakah mereka benar-benar bersalah, atau justru terjebak dalam suatu permainan konspirasi?sebagian orang mungkin percaya bahwa mereka hanyalah korban persekongkolan, tetapi saya menduga, kebanyakan masyarakat cenderung percaya bahwa mereka memang bersalah.alasannya sederhana: bagi masyarakat indonesia, penyalahgunaan narkoba, lebih-lebih di kalangan artis, sudah menjadi rahasia umum. begitu pula korupsi di kalangan politisi, adalah sesuatu yang sudah lum rah.itulah sebabnya, asas praduga tak bersalah seolah tak dihiraukan orang lagi. bukti-bukti awal, yang dapat dijadikan dasar bagi penyidik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka, tampaknya sudah cukup memadai bagi masyarakat untuk 'memvonis' mereka. padahal, secara hukum, keputusan apakah mereka bersalah atau tidak, baru akan jelas setelah proses peradilan kelak digelar.yang jadi masalah adalah, kita semua tahu, penyalahgunaan narkoba dan korupsi merupakan dua kejahatan yang amat berbahaya. namun karena dua kejahatan itu sering terjadi, perlahan tapi pasti hal ini mendorong lahirnya dua sikap yang berlebihan di masyarakat: tak peduli atau takut sekali.dua sikap ini merupakan cermin dari krisis moral yang semakin parah, yang menimpa bangsa kita.sikap tak peduli itu, secara ekstrem tercermin dalam sebuah wawancara metro tv dengan seorang pengedar narkoba yang identitasnya dirahasiakan. "anda kan tahu bahwa narkoba adalah racun yang bisa merusak hidup orang. lalu, apakah anda merasa bersalah menjadi pengedar narkoba?"si pengedar menjawab, "saya tidak merasa bersalah. ini kan bisnis. yang penting, uang, uang dan uang!"begitu pula dengan korupsi di dunia politik. sudah bukan rahasia lagi, untuk mendapatkan kekuasaan, orang perlu biaya yang tidak sedikit. mau menjadi anggota dpr atau calon bupati, walikota, gubernur hingga presiden, perlu banyak biaya. karena mahal di ongkos, dunia politik sangat rentan dengan korupsi. karena itu, hampir tak ada partai yang semua kadernya, tanpa kecuali, bersih dari korupsi.di sisi lain, kenyataan di atas membuat orang-orang baik, yang ingin terus konsisten berpegang teguh pada kebaikan dan kejujuran, menjadi takut-ciut. dunia tampak sudah begitu gelap dengan dosa-dosa. akankah kita dan anak cucu kita selamat dari perangkapnya?apa yang harus kita lakukan? benarkah hanya ada dua pilihan: mengasingkan diri atau menegakkan negara impian atas nama tuhan?namun kalau dipikir lebih jernih, sikap takut-ciut itu juga berlebihan.pertama, ragam peristiwa hidup manusia di dunia ini terlalu banyak untuk bisa dimuat seluruhnya di media. media harus memilih, dan berita buruk seringkali dipilih sebagai wujud dari kontrol sosial sekaligus karena laku dijual. karena itu, media bukanlah potret sempurna dari kenyataan. ia hanyalah serpihan dari kenyataan.kedua, pelanggaran moral adalah ciri dari kemanusiaan kita. "andai adam tak berbuat dosa di surga, ia tak benar-benar menjadi manusia," kata muhammad iqbal.manusia dewasa adalah makhluk yang diberi kebebasan memilih antara yang baik dan buruk, dosa dan pahala, sejak dia bangun tidur hingga tidur kembali. karena itu, para pendosa akan tetap ada, selama di dunia ini ada manusia.dengan demikian, kita mungkin tak perlu takut sekali atau sebaliknya, tak peduli. kita sebaiknya berada di antara keduanya. wajar jika kita merasa sedih ketika mengetahui kerusakan moral anak-anak bangsa ini.tetapi kita tidak boleh kehilangan harapan. masih banyak orang-orang baik yang tersisa. tugas kita adalah menjaga dan mendidik anak cucu kita agar mereka menjadi generasi yang lebih baik.di atas semuanya, satu hal yang mungkin dapat menguatkan kita adalah fakta bahwa kejahatan selalu berujung pada penderitaan, sedangkan kebaikan selalu berbuah kebahagiaan. inilah rumus 'matematika moral' yang tak pernah berubah sepanjang masa. (*)/ )
sumber: tribunews.com
Belum ada tanggapan untuk "Rumus Matematika Moral"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.