Baca Juga
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Bangunan sepanjang 40-an meter itu menjadi markas belasan hingga puluhan pedagang bakso. Bangunan tersebut termasuk lokasi yang pertama kali dikunjungi Joko Widodo saat kampanye putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, Jumat (14/9/2012) pagi.
Pada ruangan bagian belakang bangunan semipermanen itu berjejer gerobak-gerobak yang akan digunakan para pedagang, Nuryanto (56), Ratmo (55), Pairin (45), dan teman-temannya, untuk berkeliling menjajakan bakso. Wilayah edar mereka meliputi kawasan seputaran Mampang, Kemang, Kuningan, Tegal Parang, Pancoran, hingga Pejaten.
Ruangan itu pula yang dimasuki Jokowi saat berkunjung. Jokowi yang saat itu masih menjadi calon gubernur DKI Jakarta sempat mencoba pengolahan bahan baku bakso yang sedang dikerjakan Ratmo, bapak dua anak asal Karanganyar, Jawa Tengah. Warga setempat sungguh ceria ketika mendapat kunjungan pria yang akhirnya benar-benar menjadi gubernur tersebut.
Namun, kini kondisi di tempat tersebut berubah drastis. Wajah-wajah ceria di pondokan pedagang bakso di RT 11 RW 04 Mampang, Jakarta Selatan, itu telah berganti dengan kemurungan. "Berita-berita kemarin bisa bikin dagangan kami enggak laku," ujar Ratmo, Kamis (13/12/2012).
Berita tentang bakso dari bahan campuran daging celeng di Pasar Cipete dalam dua hari terakhir benar-benar mengawatirkan mereka. Bagaimana tidak, bersama belasan rekannya, Ratmo benar-benar mengandalkan berdagang bakso sebagai sumber utama penghidupan keluarga.
"Saya sudah dagang bakso sejak tahun 1975. Kalau ditanya keahlian lain, saya enggak punya. Itu makanya sudah puluhan tahun saya cuma ngandalin bakso," kata Ratmo.
Kecemasan itu beralasan. Informasi yang berkembang bisa berpengaruh besar terhadap keinginan warga untuk mencicipi dagangan mereka. Imbasnya, omzet penjualan para pedagang diperkirakan akan menurun. "Di kepala sudah kebayang kemungkinan merugi beberapa minggu ini," kata Nuryanto menimpali perkataan Ratmo.
Yanto menjelaskan, setiap hari mereka berkewajiban menyetor uang senilai Rp 300.000 kepada pemilik usaha. Mereka hanya bertugas membantu pengolahan daging sekaligus penjualan. Adapun bahan mentah dan bahan baku, penginapan, gerobak dan perlengkapannya, semuanya berasal dari pemilik usaha. Oleh sebab itu, berapa pun hasil penjualan harus disetor sesuai nilai yang ditentukan.
"Biasanya juga yang dibawa pulang di bawah Rp 300.000. Ya, kita harus nombok kalau sudah gitu," ujar Pairin.
Sumini (58), juragan para pedagang bakso itu, ikut menyatakan kecemasan para pedagang itu. Usaha mereka bisa berantakan bila masyarakat Jakarta menyangka semua daging bakso diolah dari bahan bercampur daging celeng.
"Ini pukulan berat untuk usaha kami. Rata-rata mereka ini pedagang kecil. Takutnya berita kayak gini ditayangin terus malah bikin orang takut sama dagangan kami," keluh Sumini.
Ia menuturkan, semua pekerjanya berjualan mulai sekitar pukul 13.00 WIB hingga pukul 01.00 dini hari. Kebanyakan dari mereka terpaksa begadang hingga dini hari karena dagangan mereka belum laku terjual.
"Saya biasanya di depan Gedung Patra Jasa (Jalan Gatot Subroto), Kuningan, sampai jam 3 atau 4 subuh," kata Yanto.
Sumini, didampingi suaminya Kari, menerangkan bahwa tidak semua pedagang bakso mengolah dengan cara yang sama seperti yang terjadi di Cipete. Ia menjelaskan, semua bahan yang digunakannya halal. "Bahan dagingnya saya beli daging (ayam) broiler dari supermarket. Enggak pernah pakai daging celeng," katanya.
Sambil mendorong gerobak bakso meninggalkan pangkalannya, Ratmo dengan wajah yang lesu kembali menyampaikan harapan agar keberuntungan tetap menaungi mereka. Ia berharap masyarakat Jakarta tidak langsung bersikap antibakso akibat isu daging celeng yang berkembang dalam dua hari terakhir.
Pada ruangan bagian belakang bangunan semipermanen itu berjejer gerobak-gerobak yang akan digunakan para pedagang, Nuryanto (56), Ratmo (55), Pairin (45), dan teman-temannya, untuk berkeliling menjajakan bakso. Wilayah edar mereka meliputi kawasan seputaran Mampang, Kemang, Kuningan, Tegal Parang, Pancoran, hingga Pejaten.
Ruangan itu pula yang dimasuki Jokowi saat berkunjung. Jokowi yang saat itu masih menjadi calon gubernur DKI Jakarta sempat mencoba pengolahan bahan baku bakso yang sedang dikerjakan Ratmo, bapak dua anak asal Karanganyar, Jawa Tengah. Warga setempat sungguh ceria ketika mendapat kunjungan pria yang akhirnya benar-benar menjadi gubernur tersebut.
Namun, kini kondisi di tempat tersebut berubah drastis. Wajah-wajah ceria di pondokan pedagang bakso di RT 11 RW 04 Mampang, Jakarta Selatan, itu telah berganti dengan kemurungan. "Berita-berita kemarin bisa bikin dagangan kami enggak laku," ujar Ratmo, Kamis (13/12/2012).
Berita tentang bakso dari bahan campuran daging celeng di Pasar Cipete dalam dua hari terakhir benar-benar mengawatirkan mereka. Bagaimana tidak, bersama belasan rekannya, Ratmo benar-benar mengandalkan berdagang bakso sebagai sumber utama penghidupan keluarga.
"Saya sudah dagang bakso sejak tahun 1975. Kalau ditanya keahlian lain, saya enggak punya. Itu makanya sudah puluhan tahun saya cuma ngandalin bakso," kata Ratmo.
Kecemasan itu beralasan. Informasi yang berkembang bisa berpengaruh besar terhadap keinginan warga untuk mencicipi dagangan mereka. Imbasnya, omzet penjualan para pedagang diperkirakan akan menurun. "Di kepala sudah kebayang kemungkinan merugi beberapa minggu ini," kata Nuryanto menimpali perkataan Ratmo.
Yanto menjelaskan, setiap hari mereka berkewajiban menyetor uang senilai Rp 300.000 kepada pemilik usaha. Mereka hanya bertugas membantu pengolahan daging sekaligus penjualan. Adapun bahan mentah dan bahan baku, penginapan, gerobak dan perlengkapannya, semuanya berasal dari pemilik usaha. Oleh sebab itu, berapa pun hasil penjualan harus disetor sesuai nilai yang ditentukan.
"Biasanya juga yang dibawa pulang di bawah Rp 300.000. Ya, kita harus nombok kalau sudah gitu," ujar Pairin.
Sumini (58), juragan para pedagang bakso itu, ikut menyatakan kecemasan para pedagang itu. Usaha mereka bisa berantakan bila masyarakat Jakarta menyangka semua daging bakso diolah dari bahan bercampur daging celeng.
"Ini pukulan berat untuk usaha kami. Rata-rata mereka ini pedagang kecil. Takutnya berita kayak gini ditayangin terus malah bikin orang takut sama dagangan kami," keluh Sumini.
Ia menuturkan, semua pekerjanya berjualan mulai sekitar pukul 13.00 WIB hingga pukul 01.00 dini hari. Kebanyakan dari mereka terpaksa begadang hingga dini hari karena dagangan mereka belum laku terjual.
"Saya biasanya di depan Gedung Patra Jasa (Jalan Gatot Subroto), Kuningan, sampai jam 3 atau 4 subuh," kata Yanto.
Sumini, didampingi suaminya Kari, menerangkan bahwa tidak semua pedagang bakso mengolah dengan cara yang sama seperti yang terjadi di Cipete. Ia menjelaskan, semua bahan yang digunakannya halal. "Bahan dagingnya saya beli daging (ayam) broiler dari supermarket. Enggak pernah pakai daging celeng," katanya.
Sambil mendorong gerobak bakso meninggalkan pangkalannya, Ratmo dengan wajah yang lesu kembali menyampaikan harapan agar keberuntungan tetap menaungi mereka. Ia berharap masyarakat Jakarta tidak langsung bersikap antibakso akibat isu daging celeng yang berkembang dalam dua hari terakhir.
Sumber: tribunews.com
Belum ada tanggapan untuk "Daging Oplosan Meresahkan Para Pedagang Bakso"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.