SAMPIT, Tata ruang wilayah Provinsi Kalteng memang masih karut marut. Ironisnya, kondisi itu membuat masyarakat adat di desa-desa terpencil makin terhimpit. Ketika ratusan ribu hektare izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) telah dikeluarkan pemerintah pusat, saat ini masih banyak desa yang justru statusnya dinyatakan masih masuk kawasan hutan.
Kondisi itu cukup menjadi kendala bagi masyarakat lokal. Dengan status lahan masih kawasan hutan, mereka selalu dihinggapi rasa waswas memanfaatkan lahan mereka untuk kegiatan pertanian karena sewaktu-waktu bisa saja tersandung kasus hukum karena dianggap merambah atau membabat kawasan hutan padahal lahan itu sudah mereka garap secara turun temurun.
Ketua Aliansi Masyarkat Adat Nasional (AMAN) Kalteng, Simpun Sampurna, mengaku miris melihat kenyataan ini. Saat ini sebagian besar masyarakat adat harus bersaing hidup di areal yang hanya tersisa sekitar 3 juta hektare, dari total luas hutan Kalteng yang luasnya mencapai 15 juta hektare.
“Dua belas juta hektare hutan di Kalteng itu sudah dipakai untuk berbagai macam kepentingan dan yang paling besar adalah investasi kebun dan tambang. Sisanya hanya 3 juta hektare, sementara di dalamnya banyak terdapat masyarakat adat, dan desanya banyak yang masuh dalam status kawasan hutan. Harapan yang ada, yaitu kita terus menunggu disahkannya Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng yang hingga kini belum ada kejelasannya,” papar Simpun belum lama tadi.
Dia menilai, tata kelola hutan di Kalteng masih karut marut dan salah satu dampaknya adalah mengorbankan hak-hak masyarakat adat yang sudah sejak zaman dahulu hidup bersama dengan kawasan hutan. Dia berharap masalah ini bisa segera dicarikan solusinya, misalnya, Pemerintah Provinsi Kalteng mengambil kebijakan memberlakukan moratorium perizinan investasi, terutama yang sifatnya menggeser fungsi kawasan hutan.
“Kami juga mengampanyekan kepada masyarakat adat agar mendukung moratorium perizinan ini, demi membenahi tata kelola hutan di daerah kita yang kondisinya semakin parah. Bahkan masyarakat adat pun kami ajak bagaimana menjaga dan turut peduli terhadap lingkungan hutan di sekitar tempat tinggalnya,” pungkas Simpun. (gus)
Sumber : radarsampit.net
Belum ada tanggapan untuk "Masyarakat Adat Makin Terhimpit, Banyak Desa Dianggap Masuk Kawasan Hutan"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.