SAMPIT, Perjalanan dinas anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang dianggarkan sebesar Rp 4 miliar rawan dimanipulasi yang berujung pada korupsi. Anggaran besar tersebut juga memperlihatkan pemborosan uang negara yang dilakukan wakil rakyat.
Selain itu, perjalanan dinas dewan selama ini dinilai tidak memberikan dampak positif yang besar bagi daerah yang masih didera sejumlah persoalan. Perilaku boros tersebut harus dihentikan agar daerah tidak semakin dirugikan.
“Anggaran perjalanan dinas itu sangat rawan dimanipulasi berbentuk perjalanan dinas fiktif dan itu sudah bukan rahasia umum, misalnya, membuat SPPD perjalanan dinas ke mana, berangkatnya cuma tiga hari, laporannya seminggu, apalagi kalau biayanya sekali perjalanan dinas sampai lebih Rp 6 juta per orang, dan itu peluang manipulasi,” kata pengamat hukum di Kotim Fachri Mashuri kepada Radar Sampit, Kamis (4/10).
Seperti diketahui, total anggaran untuk perjalanan dinas anggota dewan selama setahun sebesar Rp 4 miliar. Anggaran itu disebutkan tidak bisa langsung dihabiskan begitu saja karena perjalanan dinas dilakukan dengan berbasis kinerja. Selain itu, anggaran besar tersebut belum tentu habis dalam setahun anggaran dan dikembalikan ke kas daerah jika ada sisa anggaran.
Dalam Peraturan Bupati Kotim Nomor 3 tahun 2012 tentang perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat eksekutif dan legislatif di Kotim, besaran anggaran perjalanan dinas anggota dewan ke rata-rata lebih sejuta per hari, misalnya, tujuan Jakarta ditetapkan sebesar Rp 1.700.000, Balikpapan, Batam, dan kawasan wisata di Jawa atau Bali dan NTB sebesar Rp 2.287.500.
Jumlah itu ditambah lagi dengan biaya tiket pesawat yang tidak ditetapkan dalam Perbup dan biaya representasi sebesar Rp 250 ribu untuk Jakarta dan Rp 187.500 untuk ibukota provinsi. Sekali perjalanan dinas rata-rata dilakukan selama empat hari, sehingga sekali berangkat, seorang anggota dewan bisa menghabiskan biaya sekitar Rp 8 juta.
Secara nasional, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap adanya penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah dengan total kerugian negara mencapai Rp 77 miliar selama semester I 2012 . Temuannya yakni perjalanan dinas fiktif, perjalanan dinas ganda, atau melebihi standar yang ditetapkan.
Menurut BPK, penyimpangan perjalanan dinas selalu berulang lantaran tidak ada kepatuhan pada ketentuan, lemahnya pengendalian, tidak adanya verifikasi bukti pertanggungjawaban. Selain itu, terdapat biro perjalanan yang menyediakan tiket palsu, boarding pass palsu, dan bill hotel palsu. Dengan mekanisme seperti sekarang, sulit melakukan verifikasi kebenaran perjalanan dinas karena secara administrasi telah terpenuhi.
Fachri menuturkan, biaya perjalanan dinas yang besar menjadi peluang korupsi yang menggiurkan. Meski dewan sudah menegaskan bahwa semua telah dilakukan prosedural dan sudah dalam pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ketika diaudit, hal itu tidak menjamin perjalanan dinas bebas manipulasi.
Meski dilakukan audit, kata Fachri, secara administrasi memang tidak melanggar dan sudah sesuai prosedur, apalagi yang membuat aturan adalah kalangan dewan. Hanya saja, pelaksanaan di lapangan yang sulit dibuktikan apakah sesuai laporan atau tidak, pasalnya, laporan perjalanan dinas sangat mudah dimanipulasi.
“Sebenarnya angka sebesar itu tak jadi masalah apabila hasil kunker itu secara publik dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi daerah. Selain itu, yang dipersoalkan masyarakat bukan sudah sesuai prosedur atau tidak, hanya secara logika dan kepatutan serta kepantasan, apakah itu sudah tepat dan pantas,” katanya.
Menurut Fachri, ditinjau dari aspek legalitas, perjalanan dinas tersebut memang sudah memenuhi aturan yang berlaku, hanya saja, untuk aspek sosial dan filosofisnya belum memenuhi harapan masyarakat mengingat rakyat selama ini tidak tahu sama sekali hasil dari perjalanan dinas tersebut dan manfaatnya bagi peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Fachri menegaskan, rakyat wajib tahu hasil dari perjalanan dinas tersebut dan manfaatnya mengingat anggaran yang digunakan untuk itu tidak sedikit. Misalnya, untuk perjalanan dinas yang dilakukan beberapa waktu lalu, untuk sektor pendidikan harus ada hasil yang dapat diterapkan di wilayah ini. Demikian pula halnya dengan perjalanan dinas ke Bali, harus jelas timbal baliknya untuk daerah.
“Semestinya anggaran besar itu bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat yang lebih urgen. Study banding atau bimtek yang dilakukan selama ini, tidak banyak yang dirasakan masyarakat secara langsung,” katanya.
Sukransyah Djamudin, pengamat ekonomi, sosial dan politik di Kotim mengatakan, perjalanan dinas yang dilakukan anggota dewan maupun pejabat eksekutif selalu mengundang polemik karena selama ini tidak ada keterbukaan mengenai anggaran yang digunakan, terutama untuk belanja yang sifatnya untuk mengakomodir perjalanan pejabat maupun anggota dewan.
“Kelemahan dalam sistem penganggaran kita adalah dana yang ada itu sebagian besar tidak tahu digunakan untuk apa. Jadi, sosialisasi mengenai APBD itu penting supaya masyarakat tahu,” katanya baru-baru ini.
Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli sebelumnya menegaskan, dana perjalanan dinas dianggarkan sesuai kinerja. Penggunaan dana perjalanan dinas itu juga tidak sembarangan karena harus sesuai aturan.
“Dana itu belum tentu habis, kalau misalnya hanya terpakai Rp 3 miliar per tahun untuk 35 orang anggota dewan dan sekretariat dewan, ya tentu sisanya kita kembalikan ke kas daerah. Dana itu tidak bisa kita pakai sembarangan, harus bisa dipertanggungjawabkan dan tentunya ada pemeriksaan dari BPK,” katanya.
(ign)
Sumber : radarsampit.net
Belum ada tanggapan untuk "Perjalanan Dinas Rawan Manipulasi"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.