Beranda · Banjarmasin · Palangkaraya · Pangkalan Bun

Hakikat Berihram


Labbaika Allahumma Labbaik. Labbaika laa syarieka laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka, laa syariika laka. “Aku datang memenuhi panggilana-Mu, ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”


Inilah kalimat talbiah, yang saat ini dikumandangkan oleh jutaan jemaah calon haji yang datang ke tanah suci Mekkah, dari berbagai belahan dunia. Kalimat yang merupakan ungkapan dari rasa syukur atas panggilan yang diberikan oleh Allah SWT, untuk menyempurnakan rukun Islam bagi seorang muslim yang bertaqwa. Juga sebagai ungkapan atas penyerahan diri seorang hamba kepada sang pencipta, yaitu Allah SWT.


Tidak semua umat Islam mendapatkan kesempatan untuk menyerukan kalimat talbiah ini. Panjangnya daftar antrian (khabarnya ada yang sampai tahun 2021 mendatang), untuk bisa mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji. Maka, begitu istimewanya kesempatan untuk melantunkan kalimat talbiah ini. Itupun bagi yang sudah terdaftar sebagai jemaah calon haji, tidak serta merta bakal mendapat kesempatan melantunkan kalimat talbiah. Tidak sedikit jemaah yang batal berangkat, karena meninggal dunia, sakit ataupun halangan lainnya. Bahkan belakangan ini sering kita menemukan adanya jemaah calon haji yang gagal berangkat, karena tidak mendapat visa haji dari pemerintah Arab Saudi. Biasanya jemaah calon haji yang menempuh jalur cepat, yaitu melalui pendaftaran haji plus. Padahal biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Bahkan bisa dua kali lipat dari biaya haji regular.


Selain berkesempatan untuk menjalankan ibadah haji. Ternyata begitu besar pahala yang diberikan Allah SWT, terhadap orang yang mengucapkan Talbiah. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak seorangpun yang mengucapkan Talbiah dalam waktu sehari penuh hingga terbenam matahari, kecuali dosa-dosanya diampuni, seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya kedua.” (H.R.Ibn Majah dari Jabir RA). Belum lagi pahala atas ibadah haji yang dilaksanakan.


Sebelum mengucapkan talbiah, ada rukun haji yang wajib dilaksanakan oleh seorang calon haji, yaitu memakai pakaian ihram. Terdiri dari dua lembar kain polos, tanpa zat pewarna dan tanpa jahitan. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW, selembar menutupi bahu semacam jubah yang longgar atau disebut rida’ dan selembar lagi dililitkan ke pinggang atau disebut Izar . Alas kaki yang digunakan semacam sandal atau sepatu yang terbuka bagi kedua mata kaki.


Sebegitu sederhananya pakaian yang digunakan untuk memenuhi undangan Allah SWT. Ketika memakai ihram semua perhiasan dan kemewahan dunia ditinggalkan. Hanya dua lembar kain polos, tanpa zat pewarna dan tanpa jahitan yang boleh dipakai. Kendati bagi seorang wanita boleh menggunakan model apa saja, tetapi harus menutupi aurat. Hanya bagian muka dan telapak tangan yang boleh ditampakkan. Sebegitu agungnya Allah SWT, sehingga Dia tidak meminta apapun yang ada di dunia ini bagi hamba-Nya untuk menghadap-Nya. Sama saat jasad kita yang telah ditinggalkan oleh ruh, untuk dikembalikan kepada asal penciptaan, yaitu segumpal tanah. Hanya dibalut kain putih polos atau kain kapan.


Sekaya apapun, sehebat apapun, dan setinggi apapun jabatan seorang manusia ketika di dunia. Di saat menghadap sang Penciptanya, maka semua akan sama posisinya. Ketika berpakaian ihram, tak ada lagi yang dibedakan. Semuanya berpakaian polos dengan bentuk yang sama. Apakah dia seorang pejabat, seperti presiden, gubernur, walikota, bupati atau ketua DPR. Apakah dia orang kaya raya yang memiliki banyak kekayaan. Semuanya sama. Bersama-sama tawaf mengelilingi Kakbah dengan berdesakan. Wufuf di Padang Arafah, yang cuacanya begitu ekstrem. Kemudian bermalam di Mina dan melontar Jum’rah, dengan tetap berdesak-desakan dengan jemaah calon haji lainnya.


Tak terkecuali dua petinggi Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), yaitu Bupati Kotim H Supian Hadi dan Ketua DPRD Kotim Jhon Krislie, yang tahun ini menunaikan ibadah haji, juga menjalani hal yang sama. Hanya mengenakan dua lembar kain polos dan tanpa perhiasan dunia. Tak ada pengecualian sedikitpun bagi keduanya. Dibanding dalam kesehariannya, yang harus selalu memakai pakaian dinas dengan berbagai macam atribut atas jabatan yang disandangnya. Lebih dari itu juga tidak ada perlakuan khusus yang diberikan. Misalnya saat hendak mencium Hajar Aswad. Harus juga berdesak-desakan dengan jemaah lainnya.


Berpakaian ihram, merupakan ujian yang diberikan Allah SWT, bagi ketaatan kita. Selama berihram hal-hal yang halalpun dilarang, terlebih yang memang diharamkan. Seperti melakukan hubungan suami istri, melakukan kejahatan dan maksiat, bertengkar dengan orang lain, memakai minyak wangi, melangsungkan pernikahan dan menikahkan orang, hingga memotong kuku dan mencabut bulu atau rambut lainnya. Padahal beberapa perbuatan boleh kita lakukan ketika tidak berpakaian Ihram. Hakikatnya, adalah kita diberi pendidikan untuk sejenak melupakan perhiasan dunia, seperti istri atau suami, pakaian bagus, minyak wangi, yang kesemuanya merupakan perhiasan dunia.


Allah SWT, mengajarkan kepada kita untuk membuat jarak antara hati kita dengan perhiasan dunia. Jika jaraknya terlalu dekat, maka akan kuat menyatu dengan hati kita. Inilah yang menyebabkan keburukan dalam diri dan kehidupan. Lupa mengingat Allah SWT, meninggalkan ibadah, lupa mati, lupa akhirat, rakus, sombong, iri hati, terlalu mencintai harta. Bahkan gila pada jabatan yang disandangnya, sehingga lupa bahwa semuanya hanya amanah dari Allah SWT. Pada akhirnya bisa diminta kembali oleh Allah SWT. Juga dimintai pertanggung-jawabannya.


Dalam Al Qur’an, begitu banyak peringatan yang disampaikan Allah SWT, terhadap pengaruh buruk perhiasan dunia. Diantaranya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu adan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafuqun:9). Di ayat lain, ”Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. Al-Takaatsur:1-2).


Hakikat lainnya dari berpakaian ihram, adalah melepaskan selubung hawa nafsu, yang sehari-hari kita pakai selama ini. Berupa pakaian, perhiasan dan minyak wangi. Diganti dengan dua lembar kain polos semata. Karena selubung hawa nafsu itulah yang kemudian melahirkan keburukan seperti kesombongan. Perwujudan lahirnya biasanya diperlihatkan oleh manusia melalui pakaian yang dikenakan. Harus membeli pakaian yang mahal, model paling mutakhir, hasil karya perancang terkenal. Muncul dalam dirinya bahwa hanya dirinya lah yang memakai pakaian tersebut, sehingga pakaian menjadi lambing bagi gengsi, prestise dan status sosialnya.


Bahkan selubung hawa nafsu inilah yang membuat manusia yang satu merasa berbeda dengan manusia lainnya. Bisa perbedaan status sosial, karena kekayaan dan jabatan yang dimilikinya. Perbedaan suku, warna kulit, merasa paling tanpan dan paling cantik. Bahkan yang terjadi saat ini di kalangan wanita adalah tampil cantik dengan berbagai macam gaya jilbab dan busana muslim. Sayangnya terkadang melupakan hakikat dasar dari berpakaian tersebut, yaitu menutup aurat dan menjadikan jiwa yang selalu tawaddu dan muslimah yang sejati. Lebih mengedepankan model dari pakaian yang dikenakan. Ketimbang perbaikan akhlak dan ketaatan kepada Allah dan Rasul.


Ibadah haji dimulai dari Miqat, sebagai tempat untuk memulai niat haji dan berganti pakaian ihram.Mengapa hal ini dilakukan, karena selama ini pakaian yang menutupi diri dan watak manusia. Artinya seorang individu tidak mengenakan pakaian, tetapi pakaianlah yang menutup diri dan wataknya. Selain melambangkan pola, preferensi, status sosial dan perbedaan lainnya. Pakaian juga menciptakan batas palsu yang mengakibatkan perpecahan diantara umat manusia. Kesemuanya berujung pada lahirnya diskiriminasi, sehingga muncul konsep aku, bukan kami atau kita. Muncullah anggapan kelompokku, rekanku, kedudukanku, hartaku, rasku, keluargaku dan lainnya. Bukan lagi aku sebagai manusia, yang menyandang amanah suci dari Allah SWT, sebagai Khalifah di muka bumi, yang membawa rahmad bagi semuanya.


Kita yang berada di tanah air saat ini, hanya bisa berdoa, semoga hakihat dari memakai pakaian ihram yang dilakukan selama menjalani ritual haji. Juga berlaku saat para pemimpin-pemimpin kita ini dalam menjalankan tugasnya. Bisa bersikap adil dan benar-benar menjalankan amanah yang diberikan kepada keduanya. Sabda Rasulullulah SAW, ”Seorang pemimpin yang meninggal dunia dalam kondisi mengkhianati amanah rakyatnya, maka diharamkan syurga baginya.” (H Salappudinnoor)








Sumber: radarsampit.net

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Hakikat Berihram"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.