CORPORATE Social Responsibility (CSR) yang hadir sejak Abad 17 terus mengalami perkembangan, belakangan hampir semua perusahaan baik swasta maupun BUMN memiliki program CSR dan berlomba lomba menerapkan beragam kegiatan yang berbasis pada kepedulian kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Untuk memahami seperti apa CSR itu berikut beberapa definisi tentang CSR.
Definisi CSR
Corporate Social Responsibility atau CSR menurut World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) adalah sebuah komitmen berkelanjutan dari dunia usaha atau perusahaan untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi pada kelompok masyarakat sekitar ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup karyawan beserta seluruh keluarganya. Sementara menurut ISO 26000 Karakteristik dari Social Responbility adalah kemauan sebuah organisasi untuk mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan sarta aktivitas yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungan. Dalam ISO 26000 Social Responsibility mencakup 7 aspek utama CSR, yaitu: tata kelola organisasi, hak asasi manusia, ketenagakerjaan, lingkungan, praktek bisnis yang adil, isu konsumen serta keterlibatan dan pengembangan masyarakat.
Sedangkan Elkington mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profits); masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet earth). Semetara menurut Magnan & Ferrel mendefenisikan CSR sebagai : ”A business acts in socially responsible manner when its decision and actions account for and balance diverse stakeholder interest”.
CSR sendiri dapat di artikan kepedulian perusahaan terhadap kawasan sekitarnya, baik itu lingkungan, komunitas masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Kepedulian ini di bangun dengan penuh kesadaran bahwa apa yang ada di sekitar usaha merupakan bagian dari perusahaan itu sendiri, artinya komunitas masyarakat dan lingkungan sekitarnya merupakan bagian dari proses produksi sebuah perusahaan, dengan kata lain CSR merupakan “kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi usahanya serta kepentingan public internal”.
Briliant dan Rice, 1988 mengungkapkan bahwa ada nama lain untuk kegiatan CSR yang mirip dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR misalnya corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development. Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan, dan corporate community relations bernafaskan tebar pesona, maka community development lebih bernuansa pemberdayaan.
Kategori Perusahaan
Menurut Suharto sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan. Beberapa perusahaan ada pula yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama menjalankan CSR. bahkan ada diantaranya yang menjalankan kegiatan serupa CSR, meskipun tim dan programnya tidak secara jelas berbendera CSR.
Masih Menurut Suharto, pada awal perkembangannya bentuk CSR yang paling umum adalah pemberian bantuan terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc, partial, dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori ”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” (promosi) ketimbang ”tebar karya” (pemberdayaan)
Namun bila berdasarkan pelaksanaan CSR dilapangan, Suharto mencoba memilah perusahaan berdasarkan kelompok kegaitan CSRnya. Pengelompokan ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam menjalankan CSR. Sehingga pengelompokan ini dapat memotivasi perusahaan dalam mengembangkan program CSRnya. Dan dapat pula dijadikan cermin dan guideline untuk menentukan model CSR yang tepat. Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan progresif dan erikut kategori perusahaan yang menerapkan CSR menurut Suharto,2008 :
- Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR:
- Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini.
- Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan besar, namun pelit.
- Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran CSRnya relatif tinggi. Disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
- Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.
- Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan masyarakat:
- Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas: bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan. Sekadar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
- Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan ”tebar pesona” ketimbang ”tebar karya”.
- Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang tebar pesona.
- Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan
Pelaksanaan CSR
CSR dalam pelaksanaannya masih belum memilki visi yang sama, masing masing perusahaan memiliki metode pemahaman yang berbeda dalam pelaksanaanya di lapangan. Kondisi ini bisa di lihat dalam pengelolaan CSR perusahaan yang beroperasi di wilayah Kalimantan Tengah, dan khususnya di wilayah Kotawaringin. Bila berdasarkan aktiviatnsya yang sering di publis di media masa serta menurut Briliant and Rice 1988, maka perusahaan yang beroperasi di wilayah Kotawaringin dapat di bagi menjadi 2 kelompok yakni Corporate Giving dan Corporate Philanthropy.
Corporate giving adalah perusahaan yang lebih condong melakukan pekerjaan CSR hanya sebatas sumbangan atau bantuan, misalnya memberikan bantuan terhadap pembangunan rumah ibadah, bantuan seragam sekolah, bantuan alat tangkap ikan, bantuan beasiswa, dan lain lain. Sedangkan Corporate Philanthropy cenderung kepada bantuan bencana alam, pengobatan gratis, pasar murah dan lain lain. Sementara perusahaan yang merupakan kelompok corporate community developmet atau perusahaan yang berorientasi pada pemberdayaan masih bisa di katakan sangat sedikit, pemberdayaan dapat di maknai sebagai penguatan terhadap kemandirian ekonomi masyarakat, peluang kerja, program peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Perusahanan yang demikian mendasarkan bahwa CSR bukan semata mata program sosial yang menjadikan perusahaan sebagai sebuah lembaga amal atau wakil pemerintah khususnya departemen social.
Dari ratusan perkebunan sawit yang beroperasional di wilayah Kotawaringin, berdasarkan publis media hanya ada beberapa perusahaan yang secara berkala melakukan pendampingan dan pelaksanaan program CSR berbasis community development, sebut saja Sinar Mas Group, BGA group, Musirawas Group, dan A Goodhope Company. Pada hakikatnya program CSR sebuah perusahaan tetap memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya walaupun hanya sebatas bantuan, namun bila di lihat berdasarkan nilai investasi dan profit perusahaan maka kegiatan CSR yang dilakukan hanya sebatas menggugurkan program kerja saja tanpa arah yang jelas. Sebagai contoh kehadiran perusahaan perkebunan sawit di desa Kuluk Telawang Kecamatan Antang Kalang Kabupaten Kotawaringin Timur kehadirannya mendapat respons positif dari masyarakat, hal ini didasari karena program CSR-nya mendapat simpati dari masyarakat setempat. contoh di atas memberikan penegasan bahwa CSR sekarang telah mengalami perkembangan yang beragam, sehingga sudah sepantasnya pelaksanaanya berbasis pada needs assessment, sehingga memiliki korelasi positif dalam menciptakan kebaikan serta meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat setempat.
Dasar Mandatory
Kalo ditelaah berdasarkan teori Elkington, maka bisa dipastikan bahwa semua perusahaan yang melakukan operasi usahanya pada sebuah wilayah harus memiliki kepedulian terhadap komunitas dan lingkungan sekitarnya, tidak saja profit semata, namun ada keseimbangan antara kepentingan masyarakat sekitar usaha dan keseimbangan lingkungan. Agar penerapan CSR bisa memiliki target yang jelas, maka pelaksanaanya diatur dalam perundang- undangan sehingga bisa dipastikan bahwa CSR merupakan mandatory yang harus di laksanakan. Berikut dasar hukum untuk melaksanakan program CSR.
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Bab V Pasal 74 ayat (1), (2), (3), dan (4)
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 15 (b) dan Pasal 34
- c. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada bagian menimbang butir a, b, d, e, Pasal 1 butir 1, 2, 3, dan Pasal 3.
(Olly Suryono adalah Kepala Biro Radar Sampit di Palangka Raya)
Sumber : radarsampit.net
Belum ada tanggapan untuk "CSR Sebuah Mandatory"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.