Beranda · Banjarmasin · Palangkaraya · Pangkalan Bun

Aktualisasi Pendidikan dengan Meneladani Ibrahim

Hikmah yang sangat bermakna dari Idul Adha dengan refleksi pengorbanan Ibrahim dan Ismail adalah dalam masalah pendidikan. Pelajaran yang sangat berharga dan akan abadi untuk masa kini dan masa yang akan datang adalah mengaktualisasikan pendidikan menurut Nabi Ibrahim, ketika dalam episode kenabian, bersama dengan Ismail sang putra yang kemudian menjadi inspirasi untuk pelaksanaan pendidikan sepanjang masa.

Bagaimana pola Ibrahim mencetak kader berpredikat nabi itu, menjadi fenomena yang senantiasa aktual dan harusnya senantiasa dituruti oleh umat manusia, dengan nilai kemanusiaannya. Arah dari pendidikan Ibrahim itu adalah mencetak generasi yang berpredikat saleh, atau anak saleh. Orientasi kesalehan tidak semata saleh dalam bidang religi, namun kesalehan dalam makna yang luas. Kesalehan sosial, kesalehan kultural, kesalehan sikap dan perilaku, dan sebagainya.

Orientasi dari pendidikan yang dilaksanakan oleh nabiyullah Ibrahim adalah demi keridloan Allah azza wajalla. Tidak ada yang lain. Tidak berorientasi kepada penciptaan model atau profil anak yang berpredikat kaya, orientasi materi dan sebaginya. Jadi orientasinya hanya satu: demi ridlo Allah yang dipastikan akan menjamin keselamatan dan ketenteraman hidup di dunia dan akan beruntung di akherat kelak.

 

Pendidikan Kita

Makanala menengok dasar pendidikan kita sekarang, maka orientasi pendidikan kita itu hampir 100 persen adalah untuk kehidupan dunia. Secara teknis, dapat direkonstruksi perjalanan keseharian anak-anak kita itu adalah: anak kita itu itu berangkat pagi sekali, setelah sekolah harus kursus, atau les berbagai mata pelajaran dunia.

Mulai pagi buta, sampai malam harus belajar, yang kalau dihitung secara kasar menghabiskan waktu sekitar 14-15 jam. Hal itu berlangsung sampai lulus sarjana, bahkan pascasarjana. Tujuannya adalah untuk orientasi kesuksesan kehidupan dunia yang sementara ini. Orang tua akan berbangga jika anaknya menjadi juara, sukses dalam materi. Sangat jarang, orang tua yang bangga anaknya sukses karena pendidikan agama.

Pada penampilan sehari-hari, dalam menilai keberhasilan anak-anak kita juga salah kaprah. Kita bangga ketika anak kita meraih juara olimpiade atau menjadi siswa teladan dalam prestasi akademik. Mereka memperoleh ranking dan bersekolah di sekolah favorit. Dengan suara nyaring kita ceritakan prestasi itu kepada handai tolan. Tetapi kalau nyantri di pesantren, biasanya kurang bergairah kita menceritakannya.

Pada hal kalau kita cermati, mereka yang memperoleh rangking belum tentu sukses secara lahiriah pada tahap berikutnya. Namun kita telah telanjur menjadikan mereka, anak anak itu sebagai sebuah komoditas. Kesalahan kita adalah jarang atau bahkan tidak menghubungkan prestasi mereka dengan akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas secara intelektual, namun ibadahnya, akhlaq dan kepribadiannya sangat memprihatinkan. Pada hal anak anak kita itu adalah ghulamin halim. Anak didik kita hari ini adalah penerus kita, pemimpin bangsa di masa datang.

Mencermati model pendidikan nabi Ibrahim, ia tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain keshalehan. Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu bertanya: "wahai anakku apa yang kau sembah sepeninggalku?" bukan pertanyaan "Apa yang kamu makan sepeninggalku?" Ibrahim tidak khawatir akan nasib ekonomi anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah tuhan selain Allah SWT dan menuhankan benda sebagai sesembahan hidupnya.

Islam Kaffah

Aspek pendidikan yang dilaksanakan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara kaffah (totalitas). Ketaatan ini dimaksudkan sebagai bentuk perlindungani agar tidak tercemar dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya. Allah SWT menjelaskan harapan Ibrahim dengan doa yang dipanjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, demi keberadaan putranya yang dalam kehidupan dan kematiannya senantiasa memeluk Islam, dan dijauhkan dari berhala.

Berhala kita sekarang adalah kehidupan nafsi nafsi. Pola hidup hedonisme yang jauh dari nilai dan ajaran Islam. Hidup yang berorientasi kepada serba materi. Pada hal siapapun tahu, orientasi mater itu sidatnya hanya maya atau sementara. Namun kesementaraan itu lebih banyak dan sering dipandang seolah sebagai keabadian.

Sebagai jabaran dari Islam Kaffah ini, adalah dalam hal kurikulum. Ibrahim menggagas dan menerapkan kurikulukm illahiyah. Muatan kurikulumnya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah robbuljalil. Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan agama dan senantiasa mengajarkan hikmah sebagai panduan untuk mengukur amal yang berorientasi hanya kepada Allah semata.

Orientasi ini dapat disimak pada firmanNya: Ya Tuhan Kami, Jadikanlah Kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada Kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji Kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.(Albaqarah 128-129)

 

Faktor Lingkungan

Dalam orientasi pendidikan, nabiyullah Ibrahim sangat mencermati lingkungan, tepatnya lingkungan pendidikan. Ibrahim mempesiapkan untuk putranya bersih dari pencemaran untuk menumbuhkembangkan aqidah dan akhlaq mulia. Beliau menjauhkan diri dari berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial tercela. Hal ini dipilih agar pikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya. Pusat semuanya itu adalah Baitullah, yang tiada henti dikunjungi umat Islam, kendatipun tidak seluruhnya tahu makna kunjungan ke Baitullah itu.

Mari kita tengok lingkungan kita. Apakah kita sudah membekali anak anak dengan bekal yang bermuatan islami. Apakah ketika mereka berjalan kita biayai dengan uang yang berasal dari harta yang halal. Apakah pendidikan mereka telah kita dasari dengan nilai Islam yang benar.

Disadari bahwa pendidikan terhadap anak merupakan masalah teramat penting dan pertanggungjawaban yang besar di hadapan Allah. Oleh karena itu, para manusia terbaik, yaitu para Nabi senantiasa mendoakan kebaikan untuk diri dan anak keturunan mereka. Kendatipun mereka memiliki kedudukan dan dekat dengan Allah subhanahu wata’ala, mereka tetap saja senantiasa berdoa penuh harap, memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar dianugerahi keturunan yang shalih dan shalihah.  

Keteladanan dalam hal pendidikan, sebagai salah satu dari samudera hikmah yang dapat kita petik dari perjalanan nabiullah Ibrahim alaihissalam pada momentum Idul Adha ini semoga menjadi penyegar untuk mendidik anak kita lebih baik lagi.(Joni SH MKn)


Sumber : radarsampit.net

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Aktualisasi Pendidikan dengan Meneladani Ibrahim"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.