Beranda · Banjarmasin · Palangkaraya · Pangkalan Bun

Reka Ulang Pembobolan ATM BRI Langsung Dipimpin Kapolda

Reka Ulang Pembobolan ATM BRI Langsung Dipimpin Kapolda


Reka Ulang Pembobolan ATM BRI Langsung Dipimpin Kapolda

Posted:

PALANGKA RAYA, Kapolda Kalteng Brigjend Pol Bachtiar Hasuddin Tambunan, terjun langsung memimpin reka ulang pembobolan ATM BRI di Jalan Rajawali Kota Palangka Raya, pada 4 Agustus 2012 dini hari lalu.  Sembari memimpin reka ulang tersebut, Rabu (5/9) pagi, dia memaparkan jumlah, modus dan pengungkapan kawanan pembobol mesin ATM.

Dua pelaku berinisial JS alias Oppung, dan M alias Pur, sebulan sebelum beraksi telah berada di Palangka Raya. Kedua pelaku pun mengumpulkan informasi, menentukan target, menyiapkan berbagai peralatan, hingga menghubungi tiga pelaku berinisial RH, FA dan M.

Pada 3 Agustus 2012, ketiga pelaku lainnya datang ke Palangka Raya dan langsung di jemput Oppung bersama Pur dari bandara Tjilik Riwut menggunakan mobil Kijang Innova warna silver yang telah disewa. Usai dijemput, Oppung menjelaskan cara kerja dan tugas tiap orang, sembari melarang keluar dari rumah kontrakan sebelum aksi dilakukan.

Sekitar pukul 24.00 wib, kelima kawanan pembobol ATM ini keluar rumah. Agar tidak tertidur, para pembobol inipun pergi ke sebuah warung kopi di lingkar luar kota Palangka Raya. Setelah mendekati pukul 2.30 wib, para pelaku bergerak ke sebuah mini market yang di depannya ada lima mesin ATM.

Mobil yang digunakan pun langsung dimasukkan persis di depan pintu ATM, dan mereka langsung beraksi. Ada bertugas membuka kedua pintu ATM, memutus kabel CCTV, mematikan lampu penerang, dan menurunkan kereta sorong dari mobil.

Sesudah itu, kawanan pelaku langsung menggeser dan meletakkan mesin ATM BRI –di depan pintu- ke atas kereta sorong, memasukkan ke dalam mobil dan langsung membawa ke rumah kontrakan. “Tujuh menit (membobol dan mengangkut) mesin ATM sudah di mobil,” Kapolda Kalteng.

Sampai di rumah kontrakan, mobil dimasukkan ke dalam garasi, menutup pintu dan menurunkan mesin ATM dari dalam mobil. Seorang pelaku pun mulai membobol brankas mesin ATM BRI menggunakan mesin bor. Setelah berhasil dipisah, Oppung membawa brankas ke dalam rumah, dan menghitung jumlah uangnya.

Sementara keempat pelaku lain menggelinding mesin ATM ke dekat septic tank yang sudah di gali, dan langsung mengubur semua barang bukti. Dan brankas, terlebih dahulu dibakar, lalu dikubur dekat mesin ATM tersebut.

Setelah  menghilangkan semua barang bukti, Oppung pun memberi sebesar Rp120 juta ke setiap orang, dan sisanya dipergunakan untuk biaya konsumsi, membeli peralatan, menyewa mobil dan rumah kontrakan, serta tiket datang maupun pergi meninggalkan Palangka Raya.

“Bukan Rp120 juta, tapi Rp75 juta. Awalnya memang Rp120 juta, tapi karena buru-buru kabur, tidak sempat menghitung. Pas di kapal baru saya tahu Rp 75 juta,” ungkap pelaku RH, saat reka ulang tersebut. Kapolda yang berdiri di kejauhan, tidak menyikapi dan tetap menerangkan modul pembobolan itu.

Sesudah uang dibagi, lanjut Kapolda, para pelaku pun meninggalkan rumah kontrakan. Dua pelaku kabur menggunakan travel menuju Pelabuhan Sampit, dan langsung meninggalkan Kalteng.

Oppung dan dua pelaku lainnya kabur menggunakan mobil yang masih disewa tersebut menuju Banjarmasin. Sesampainya di ibukota Kalsel, mobil sewaan itupun diparkirkan begitu saja di rumah sakit umum setempat, dan langsung pergi ke Bandara Syamsudin Noor untuk menggunakan pesawat.

“Pelaku terungkap dari CCTV, rental mobil dan rumah kontrakan. Setelah diketahui ciri-ciri pelaku, langsung dilakukan pengejaran. Berkoordinasi dengan Polda Kalsel dan Mabes Polri ,” kata Kapolda Kalteng ini.

Dia mengemukakan, kelima pembobol ATM merupakan pemain lama yang naik dari brankas biasa ke mesin ATM. Saat ini dua pelaku berinisial FA dan M sekarang ini masih dalam tahap daftar pencarian orang (DPO).

“Saya juga mengimbau agar ATM dilekatkan di dalam tanah atau di semen. Kalau melihat mesin ATM BRI ini, memang mudah untuk diangkut. Jadi perlu ada perhatian dari kita bersama untuk menjaga keamanan perbankan di Kalteng ini,” pungkasnya. (jwr)


"Keep your smile, Ya Bu Ratna"

Posted:

Ingat RSUD Murjani, saya jadi membayangkan perempuan ayu berjilbab dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya. Meski tak bisa dibilang muda lagi, namun gurat-gurat kecantikan masih terlihat jelas di wajahnya.

Sudah cukup lama saya tak bersua. Sehingga saya tak tahu, apakah kini senyum perempuan nan ayu itu masih seperti dulu. Tak sekadar manis, tapi juga  menyejukkan.

Dr Ratna Yuniarti, demikian nama perempuan ayu yang selalu tampil berjilbab itu. Saya tak mengenal dekat sosoknya. Saya hanya tahu, bahwa dokter cantik itu adalah Direktur RSUD dr Murjani, Sampit.

Perjumpaan saya dengannya seringkali hanya pada acara-acara resmi, seremonial. Dan sesekali melihat dia mengayuh sepeda ontel bersama komunitasnya, mengitari jalan dan taman kota dipagi minggu. Saat bertemu, kami hanya sebatas jabat tangan dan say hello, selebihnya tak pernah berakrab-akrab dan berbincang lebih jauh.

Bu Ratna, begitu biasanya dia akrab disapa. Belakangan ini, perempuan ayu itu, tampaknya sedang menghadapi hari-hari yang sulit dan melelahkan. Gencarnya sorotan publik terhadap layanan dan fasilitas rumah sakit yang dipimpinnya, tentu sangat menguras energi dan pikirannya.

Tapi saya percaya, Bu Ratna sudah sejak awal menyadari, bahwa memimpin sebuah lembaga layanan publik, apalagi sekelas RSUD  dr Murjani bukan perkara gampang. Sangat rentan dengan komplain dan hujatan dari luar (pasien dan keluarganya). Belum lagi ditambah dengan setumpuk persoalan di internal manajemennya.

Saya juga percaya, Bu Ratna sebenarnya ingin memberikan karya dan kerja yang terbaik atas kepercayaan sebagai Direktur RSUD dr Murjani yang telah dipanggulkan ke pundaknya. Hanya saja, banyaknya persoalan yang muncul telah over kapasitas. Sehingga, upaya-upaya perbaikan yang telah dia lakukan bersama tim managemennya, selalu kalah oleh besarnya tuntutan publik, yang ternyata sudah jauh melampaui kemampuan yang dimiliki.

Dalam situasi seperti saat ini, Bu Direktur dan tim manajemen RSUD dr Murjani sebenarnya sangat membutuhkan campur tangan serius dari tangan-tangan kekuasaan. Sebab, tuntutan publi yang sudah terakumulasi itu tidak bisa ditangani dengan cara-cara biasa. Ibarat pasien, RSUD dr Murjani tak cukup hanya diberi obat. Harus dioperasi, dan bisa jadi harus ada yang terpaksa diamputasi.

*****

Sudah dua pekan, melalui media ini, beragam kalangan menyorot tajam kinerja  manajemen RSDU dr Murjani. Namun, sayangnya, sampai hari ini saya belum melihat keseriusan yang teramat sangat dari para wakil rakyat yang duduk di DPRD Kotim dalam menyikapi kondisi “darurat” Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)  milik Pemkab Kotim itu. Padahal, banyak fakta negatif yang sudah  menyeruak ke permukaan.

Terbelahnya sikap antara Komisi I dan Pimpinan DPRD dalam menanggapi kondisi yang ada di rumah sakit daerah itu (Radar Sampit, edisi Rabu), seolah menunjukan kepada publik, bahwa para wakil rakyat itu ternyata hanya pandai “bersahut pantun” di media massa.

Alih-alih melakukan pendalaman atas persoalan yang terjadi di RSUD Murjani, Komisi I DPRD Kotim yang salah satu perannya mengawasi kinerja pelayanan publik bidang kesehatan justru membela dan menyatakan pelayanan di rumah sakit itu sudah baik.

Sayangnya, penilaian baik yang dimaksud Komisi I DPRD Kotim itu tanpa parameter yang jelas dan tidak bisa dipertanggung jawabkan. Sehingga publik pun patut menduga, ada apa dengan Komisi I?

Apakah baik yang dimaksud, misalnya; paramedis dan manajemen RSUD Murjani telah memberikan standard pelayanan yang  sesuai dengan status BLUD itu. Yakni sebagai rumah sakit yang bertipe-B.

Atau, baik yang dimaksud; ketika yang masuk dan dirawat di rumah sakit itu para anggota dewan yang (konon) terhormat dan keluarganya. Lantas paramedis dan manajemen RSUD Murjani memberikan pelayanan yang spesial. Sehingga kemudian pantas disebut baik?

Atau, jangan-jangan anggota dewan yang terhormat itu tidak mengerti persoalan. Sehingga tidak bisa membedakan, baik menurut versinya (versi Komisi I), dan baik dalam persepsi publik. Kalau ini yang terjadi, ya gak nyambung.

*****

Minggu, akhir pekan lalu, pagi-pagi telepon genggam saya berdering. Ternyata, seorang kawan yang  menyatakan ingin menyampaikan uneg-unegnnya tentang pelayanan di RSUD dr Murjani. “Apa yang diberitakan di koran ini betul. Memang sudah saatnya dilakukan pembenahan dan perombakan manajemen,” cerocos kawan tadi melalui telepon. Sang kawan bahkan mengaku sangat khawatir, jika manajemen rumah sakit tidak segera dibenahi, maka pelayanan medisnya bukan makin baik, tapi  justru memburuk.

Suara-suara yang menuntut adanya perhatian serius dari pemerintah daerah terhadap perbaikan kinerja pelayanan dan fasilitas di RSUD dr Murjani, sebenarnya tidak saja berasal dari luar (masyarakat). Di kalangan internal paramedis pun suara-suara senada makin kencang berembus.

Beberapa waktu lalu. Dalam acara buka bersama di rumah salah salah seorang pejabat penting di Kotim, sepekan sebelum lebaran, tiba-tiba saja saya dihampiri seorang pria berperawakan gempal.  “Pak Arsyad, kalau ingin mendorong perbaikan manajemen RSUD Murjani media jangan setengah-setengah. Saya tahu persis, kalangan tenaga medis di rumah sakit itu sekarang makin gelisah dengan kondisi yang ada,” ujar pria yang saya lupa menanyakan nama dan pekerjaannya di lingkup Pemkab Kotim.

Pria berkopiah haji yang juga undangan acara buka puasa itu, lantas bercerita, bahwa RSUD dr Murjani tidak sekadar terbatas fasilitas, tapi lebih tepatnya disebut kekurangan. “Saking minimnya fasilitas yang tersedia, sampai-sampai para perawat harus urunan duit pribadi buat membeli salah satu alat medis untuk memeriksa kondisi pasien rawat inap,” beber pria itu.

Apa yang diutarakan kawan by phone dan apa yang dituturkan pria berkopiah haji yang saya temui di acara buka  bersama, hanyalah sebagian dari sekian uneg-uneg yang langsung saya dengar. Masih banyak lagi informasi yang bersiliweran tentang keluhan dan tuntutan terhadap kinerja pelayanan di RSUD dr Murdjani.

Nah, jika Komisi I DPRD Kotim menilai kondisi pelayanan di RSUD dr Murjani sudah baik, maka bolehlah public berpraduga; Jangan-jangan buruknya fasilitas dan pelayanan di rumah sakit itu bukan lantaran ketidakbecusan jajaran manajemennnya, melainkan karena  kontrol dari lembaga wakil rakyat  yang tidak berfungsi alias mandul.

Dan yang parah, jangan-jangan pula, mereka yang duduk di komisi yang membidangi masalah kesehatan masyarakat di DPRD Kotim, tidak paham bagaimana menjalankan fungsi dan perannya sebagai wakil rakyat. Sehingga tanpa parameter yang jelas, tiba-tiba bersuara; “pelayanan di RSUD dr Murjani sudah baik”.

*****

Ingat RSUD dr Murdjani, saya jadi ingat Bu Ratna. Perempuan berparas ayu yang menjadi nakhoda BLUD milik Pemkab Kotim itu. Semoga di tengah cobaan yang tengah mendera tim manajemennya, Bu dokter cantik berjilbab itu masih seperti dulu. Mengembangkan senyum manisnya saat disapa.

Percayalah dengan janji Tuhan, bahwa di balik kesulitan, pasti ada kemudahan. Karena itu, lupakanlah kesulitan yang membelit. Dan, kejarlah kemudahan (jalan keluar) yang dijanjikan Tuhan kepada hamba-Nya yang sungguh-sungguh dalam bekerja, ikhlas dalam beramal, dan tulus dalam berdoa. “Keep your smile ya Bu Ratna”. (arsyad@radarsampit.com)


Belum Mampu Mandiri, RS Murjani Masih Perlu Disokong-

Posted:

SAMPIT, Sorotan terkait pelayanan Rumah Sakit dr  Murjani Sampit terus mengalir, baik dari masyarakat maupun internal rumah sakit sendiri. Melihat masih banyaknya kekurangan, pihak rumah sakit dinilai akan sangat berat untuk membenahinya dalam waktu singkat. Masalah pembenahan ini dianggap sebagai pekerjaan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD untuk ikut membantu menyelesaikannya sehingga RS Murjani bisa mandiri.

Anggota Komisi I DPRD Kotim, Kemikson Tarung mengatakan, sorotan tajam terhadap manajemen dan pelayanan RS Murjani belakangan ini perlu dilihat secara jernih. Apalagi jika tujuan semua pihak adalah sama yakni untuk perbaikan dan peningkatan RS berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut, bukan untuk menghakimi, apalagi membunuh karakter seseorang.

“Saya tidak dalam keinginan untuk menambah polemik yang ada di rumah sakit, melainkan ingin mengklirkan persoalan dengan harapan agar tidak ada kritik yang menjurus kepada pembunuhan karakter,“ ujar Kemikson, Rabu (5/9).

Kemikson yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi I ini menjelaskan, sejak dulu sering terjadi perdebatan alot dalam pembahasan masalah RS dr Murjani, khususnya mengenai target pendapatan. Dia menilai bahwa saat ini kondisi RS tersebut baru tumbuh sehingga belum dibebani target terlalu besar, terlebih RS juga membutuhkan dana untuk peningkatan sarana operasional mereka.

Saat pembahasan beberapa waktu lalu, kata Kemikson, pihak RS Murjani menghendaki agara target pendapatan sebesar Rp 18 miliar yang dibebankan kepada mereka, tidak dijadikan sumber  belanja. Pasalnya, target itu belum ada bentuk fisik atau dananya, padahal pasien yang masuk harus segara mendapatkan perawatan dan obat obatan yang tentunya membutuhkan persiapan dana dari pemerintah daerah.

“Kalau Rp 18 miliar itu langsung dijadikan sumber bealanja tanpa ada talangan lebih dahulu dari pemerintah daerah, maka bisa jadi pelayanan terhadap masyarakat yang menggunakan fasilitas Jamkemas, Jamkesda, Jampersal dan masyarakat yang tidak mampu, akan terhambat,“ jelas Kemikson.

Kemikson mengibaratkan staus BLUD yang disandang RS Murjani adalah seorang bayi yang masih harus mendapat banyak  perhatian. Meski sudah menyandang status BLUD, bukan berarti RS dr Murjani bisa sesukanya menaikkan tarif berobat hanya untuk mengejar target pendapatan.

”Status BLUD lebih kepada otonom dalam menggunakan dan mengelola pendapatannya  dalam upaya memperlancar pelayanan agar tidak terjadi ada pasien tidak terlayani atau  terlantar karena ketersedian obat dan karena harus menunggu pencairan dana dulu dari kas daerah baru bisa dibeli obat,“ terang politisi Demokrat ini.

Hal seperti itulah, lanjut Kemikson, yang menjadi alasan pihak RS dr Murjani beberapa waktu lalu pernah meminta agar tetap dipasok dana sebesar Rp 18 miliar. Saat itu, sambungnya, sudah ada kesepakatan untuk memenuhinya namun dalam perjalanannya yang terjadi justru berbeda.

“Nah, kalau yang dikeluhkan banyak pelayanan tidak maksimal terutama terhadap masyarakat yang tidak mampu, ya itu tadi masalahnya, karena dari awal sudah dipaparkan  oleh pihak RS Murjani. Kalau ini yang terjadi, maka yang malu sebenarnya kita, semua baik pihak eksekutif maupun legislatif, kenapa tidak  mengalokasikan anggaran yang pantas untuk RS dr Murjani ini agar dia dapat meberikan pelayanan maksimal kepada masyrakat kita,” jelas Kemikson.

“Bagaikan seorang anak kecil yang berusia 5 tahun disuruh untuk mengangkat sekarung  beras seberat  50 kilogram, dan ketika anak ini tidak mampu untuk mengangkatnya maka siapa yang salah? Yang mengangkatnya atau yang  menyuruhnya,“ sambung Kemikson.

Secara pribadi, Kemikson mengaku mengapresiasi apa yang sudah dicapai RS dr Murjani. “Kalaupun saat ini terkesan pelayanan tidak maksimal, itu dikarenakan terbatasnya peningkatan sarana dan prasarana dibandingkan peningkatan jumlah pasien yang semakin membeludak dari tahun ke tahun sebagai dampak dari penambahan jumlah penduduk Kotim yang drastis seiring banyaknya PBS di daerah ini,“ tutup Kemikson. (rm-48)

 


Pangkalan Pilih Layani Pengecer

Posted:

SAMPIT, Tidak salah jika masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) terus mengeluhkan penjualan minyak tanah (mitan) yang tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET). Apalagi, ada indikasi bahwa pihak pangkalan lebih memilih melayani pengecer dan pembeli luar daerah karena berani membeli dengan harga tinggi dibanding masyarakat sekitar.

Indikasi itulah yang didapat tim gabungan yang turun melakukan penertiban beberapa hari terakhir. Saat ini setidaknya sudah ada 16 pangkalan di Sampit yang telah didatangi tim gabungan untuk memberi penegasan agar menjual mitan sesuai harga HET dan lebih memprioritaskan masyarakat.

Rody Kamislam, Kabid Pengawasan dan Pengendalian pada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kotim, yang juga selaku Koordinator Tim Pengawasan BBM Kotim, mengatakan, kegiatan tersebut adalah dalam rangka menindaklanjuti surat keputusan bupati Kotawaringin Timur Nomor : 500 / 398 / EK. SDA / VII / 2012, tentang penetapan HET minyak tanah, tim pengawasan BBM Kotim, melakukan razia kebeberapa pangkalan yang ada di Kota Sampit. “Kami sudah melakukan razia sebanyak 16 pangkalan yang ada di Kota Sampit,“ ujarnya.

Dikatakannya, dalam pelaksanaan operasi tersebut pihaknya banyak menemukan beberapa indikasi penyalahgunaan dalam penyaluran BBM. Diantaranya adanya indikasi pihak pangkalan yang tidak terlalu melayani masyarakat sekitar, dan malah lebih melayani masyarakat luar karena dapat menjual dengan harga tinggi.

Menurutnya, untuk mengontrol perkembangan HET tersebut, masyarakat harus lebih berperan aktif lagi dan melaporkan kepada pemerintah daerah jika ada pangkalan yang masih melanggar HET yang ditentukan. Pihak pangkalan harus memasang papan harga HET guna keterbukaan kepada masyarakat.

Pihaknya akan melakukan razia ke semua pangkalan yang ada di Kotim jika nantinya terindikasi penyelewengan. Jika masih ada yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang ada, bahkan bisa saja izin usahanya akan dicabut.

“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan para pangkalan bisa menerapkan HET yang ditetapkan pemerintah daerah sehingga masyarakat tidak lagi terbebani tingginya harga mitan, “ujarnya. (hen)


Paripurna Molor Dua Jam, Anggota Dewan Lambat Hadir

Posted:

SAMPIT, Rapat Paripurna DPRD Kotim, Rabu (5/9) terpaksa harus ditunda selama dua jam. Penyebabnya karena tidak menenuhi kourom, anggota DPRD lambat hadir sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Semula Rapat Paripurna dijadwalkan pukul 09.00 dan hanya dihadir sedikitnya 5 orang anggota DPRD. Agenda baru dilanjutkan pukul 11.00 setelah anggota DPRD hadir sebanyak 18 orang.

Rapat paripurna tersebut membahas empat rancangan  peraturan  daerah (raperda) Kabupaten Kotawaringin timur yang merupakan inisiatif dari wakil rakyat Kotim. Keampat rancangan perda tersebut, yaitu Rancangan Perda Kebun  kemitraan (plasma),  rancangan perda bantuan sosial atau CSR, selanjutnya rancangan perda hak atas  tanah adat dan rancangan perda pelabuhan khusus atau terminal khusus.

Meski terlambat, Wakil Ketua DPRD Kotim H Juanda melanjutkan agenda rapat. Ketua Komisi I DPRD Kotim Marwan mengatakan ketidakhadiran atau pun molornya paripurna kali ini memang sudah sering terjadi.

“Saya  dari fraksi Gerindra sangat menyayangkan ini dan saya pun kebutulan hari ini juga tidak hadir diacara paripurna  ini sudah saya sampaikan sebelumnya ke Komisi  bahwa fraksi Gerindra hari ini ada acara partai yang sangat penting dan tidak bisa ditunda,  jadi kami percayakan saja pada anggota dewan yang ada di komisi I untuk mengikuti paripurna dalam pembahasan raperda tersebut,” jelas Marwan .

Hadir dalam rapat paripurna Seketaris Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur Putu Sudarsana serta jajaran SKPD yang terkait.

Sementara itu Dirhamsyah anggota DPRD dari Fraksi PDIP menegaskan empat buah buah raperda inisiatif memiliki ikatan benang merah antara satu dengan yang lainnya.(rm-48)

 

 

 


Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Reka Ulang Pembobolan ATM BRI Langsung Dipimpin Kapolda"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.