Yang (Tak) Mulia |
yang mulia.
demikianlah mereka bisa dipanggil.
itulah panggilan bagi para hakim di ruang persidangan.
namun demikian di luar ruang persidangan mereka tetap dinilai sebagai orang yang memiliki keagungan.
oleh karena itu mereka tidak boleh berbuat salah dan melakukan perbuatan yang tercela.
namun beberapa hari ini panggilan yang mulia buat para hakim patut dipertanyakan.
empat hakim dipecat dalam dua hari berturut-turut yakni pada selasa (4/3) dan kamis (5/3).
mereka adalah hakim pengadilan negeri tebo, jambi, elsadela, hakim pengadilan agama tebo, mastuhi, hakim yang juga wakil ketua pengadilan tata usaha negara (ptun) banjarmasin, jumanto, dan hakim ptun surabaya, puji rahayu.
keputusan ini dijatuhkan oleh majelis kehormatan hakim yang dibentuk oleh mahkamah agung dan komisi yudisial.
selanjutnya mereka secara resmi diberhentikan oleh presiden.
mereka dipecat bukan karena salah memutuskan suatu perkara, memanfaatkan jabatan atau korupsi.
mereka melakukan perbuatan yang ‘sepele’ yakni selingkuh.
elsadela dipecat karena dinyatakan terbukti selingkuh dengan mastuhi.
sedang jumanto dinyatakan selingkuh dengan puji.
pada november 2013, majelis kehormatan hakim juga memecat hakim pengadilan negeri jombang, jawa timur, vica natalia, juga dinyatakan terbukti berselingkuh dengan seorang pengacara.
dia juga dinyatakan memiliki hubungan mesra dengan pria lain yakni hakim pengadilan negeri batang, agung wicaksono.
agung mendapat sanksi tidak boleh mengikuti persidangan selama dua tahun dan dimutasi ke pengadilan tinggi bengkulu.
memang sepertinya ini persoalan sepele karena menyangkut kehidupan pribadi.
namun sekali lagi, hakim tidak boleh melakukan perbuatan tercela.
itu karena hakim merupakan profesi yang terhormat.
makanya wajar bila mahkamah agung dan komisi yudisial membentuk majelis kehormatan hakim.
apalagi bila hakim tersebut melakukan perbuatan salah terkait profesinya.
ini seperti yang terjadi pada ketua mahkamah konstitusi akil mochtar.
akil ditangkap komisi pemberantasan korupsi (kpk) dan kini menjalani persidangan terkait sejumlah kasus pemilihan kepala daerah.
dia didakwa menyalahgunakan wewenang untuk memutuskan pemenang pemilukada demi keuntungan pribadi.
penangkapan akil merupakan puncak dari dugaan banyaknya hakim nakal di negeri ini.
ketua mahkamah konstitusi saja seperti itu, apalagi hakim-hakim di bawahnya.
hakim juga manusia.
mereka bisa melakukan kesalahan.
namun hal ini tidak bisa dibiarkan terus menerus terjadi.
ketukan palu hakim memutuskan hidup mati seseorang bahkan keturunannya.
keputusan hakim juga menentukan nasib masyarakat hingga negara.
makanya, dia tidak boleh salah.
oleh karena itu perekrutan hakim harus benar-benar bersih.
saat ini komisi iii dpr dan tim pakar melakukan seleksi terhadap para calon hakim mahkamah konstitusi, termasuk untuk menduduki kursi yang ditinggalkan akil.
masyarakat sangat berharap banyak hakim yang terpilih memiliki kualitas yang terbaik dan tentu saja terbebas dari pengaruh politik.
tidak boleh ada unsur kepentingan politik dan pertemanan seperti yang diduga terjadi pada akil.
akil sebelumnya adalah anggota dpr dari partai golkar.
ini seperti yang diutarakan mantan ketua mahkamah konstitusi mahfud md.
dia percaya tim pakar dan dpr tidak main-main.
apalagi prosesnya disaksikan masyarakat melalui media.
para hakim juga harus terus dijaga dan diawasi.
kode etik harus ditegakkan.
kembali lagi, tidak boleh ada hakim yang melakukan kesalahan atau perbuatan tercela.
kalau itu tetap dilakukan, habislah masa depan mereka.
ini yang belum dilakukan.
majelis kehormatan hakim masih sayang kepada rekan-rekannya yang selingkuh tersebut.
kendati dipecat, mereka masih tetap memperoleh hak pensiun.
makanya masih ada yang sangsi dengan ketegasan majelis kehormatan hakim.
ada yang curiga majelis ini dibentuk justru untuk menyelamatkan para hakim yang nakal.
mana ada jeruk makan jeruk.
oleh karena itu majelis kehormatan hakim harus didorong agar semakin tegas.
lembaga-lembaga yang memiliki kemampuan untuk mengawasi para hakim seperti kpk juga harus lebih mengarahkan teropongnya.
sapu itu pasti kotor jika terus menerus digunakan untuk membersihkan lantai.
agar tidak kotor tentu harus terus dicuci.
demikian pula hakim.
jika memang sudah tidak mampu menjalankan harus dibuang.
dengan demikian gelar yang mulia tetap terjaga.
(*)
googletag.
cmd.
push(function() { googletag.
display('div-banjarmasin-article-bottom-signature'); });
)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Yang (Tak) Mulia"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.