|
Matematika Ketatanegaraan |
oleh: rifqinizamy karsayuda
pasca reformasi yang ditandai dengan hadirnya perubahan uud 1945, beberapa rumusan norma dalam dunia hukum tata negara mengandung angka-angka, bak
matematika.
sebut saja ketentuan dalam pasal 31 ayat (4) uud nri tahun 1945 yang menegaskan “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
rumusan 20% anggaran pendidikan dari apbn dan apbd itu dalam risalah pembentukan norma di atas, disusun atas argumen agar ada kepastian dalam politik anggaran kita terhadap kebutuhan dasar bangsa di bidang pendidikan.
pertanyaannya mengapa tak hanya 15% atau bahkan mengapa tak 23%, 25% atau bahkan 30% atau prosentase lainnya? risalah pembentukan norma itu tak menjelaskan mengapa pilihannya jatuh pada kisaran 20%.
boleh jadi telah ada kajian akademik sebelumnya yang tak terlacak.
kemudian terkait mengapa angka-angka yang sebagian besar dalam bentuk prosentase dalam berbagai ketentuan ketatanegaraan muncul, juga menjadi hal yang mengusik pada berbagai norma-norma ketatanegaraan lainnya?
sebagai contoh, mengapa angka ambang batas minimal perolehan suara dalam pemilu untuk menentukan berhak tidaknya memiliki kursi di dpr ri yang biasa disebut parliamentary treshold sebagaimana diatur dalam pasal 208 uu no.
8 tahun 2012 besarnya 3,5% ?
sebelum ini, berdasarkan uu pemilu sebelumnya angkanya 2.
5%.
bagi partai politik yang tak mampu mengumpulkan minimal 3.
5% suara sah nasional, maka ia tak berhak memiliki kursi di dpr ri.
satu-satu argumentasi yang dapat dilacak ialah, bahwa dengan hadirnya parliamentary treshold akan terjadi penyederhanaan jumlah partai peserta pemilu secara alamiah.
jika itu argumentasinya, sekali lagi mengapa angka 3,5% yang dipilih? bukankah kita bisa berangkat dari angka yang jauh lebih besar, agar sistem multi partai sederhana sebagai konsekwensi dari kuatnya sistem presidensial kita dapat segera diwujudkan?
mengapa pula dalam uu no.
42 tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden muncul rumusan “pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi dpr.
atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) suara sah nasional dalam pemilu anggota dpr sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden”, sebagaimana diatur dalam pasal 9 uu a quo.
munculnya prosentase 20% dari jumlah kursi di dpr atau 25% dari perolehan sura sah nasional dalam pencalonan calon presiden dan wakil presiden yang dikenal sebagai presidential treshold itu, juga tak ditemukan argumentasi yang memadai dalam risalah pembentukan uu dimaksud terkait mengapa pilihan pembentuk uu jatuh pada angka itu, bukan angka-angka lainnya.
mengapa misalnya tak ditetapkan saja angka 40%, 50% atau bahkan hanya 2%, 10% atau 12%?
contoh yang lain ialah soal munculnya angka sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi dprd atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota dprd di daerah yang bersangkutan bagi partai politik atau gabungan partai politik yang hendak mengusung pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
ketentuan itu diatur dalam pasal 59 ayat (2) uu nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
angka-angka dalam “
matematika ketatanegaraan” itu memang tak dapat dilihat dari kaca mata kuantitatif semata.
ia punya muatan argumen kualitatif bahkan politik dalam penyusunannya.
penyusun uu pun mungkin tak dapat menjawab jika kita cecar atas pertanyaan-pertanyaan seperti di atas.
mengapa pilihannya pada angka ini, bukan angka itu?
sebagaimana dasar penetapan angka 20% dari anggaran negara dan daerah untuk bidang pendidikan guna menjamin kepastian politik hukum anggaran, maka pilihan angka 3.
5% sebagai parliamentry treshold bisa jadi dianggap sebagai pilihan paling akomodatif dari sejumlah partai politik yang ada di dpr ri sekarang untuk mengakomodasi dua kepentingan.
di satu sisi penyederhanaan partai politik secara alamiah terjadi, namun pada pihak lain ia justru tak menjadi senjata mematikan bagi partai-partai yang menyusun norma itu.
karena bagaimana- pun berbagai survei memperlihatkan angka aman 9 partai politik kita sekarang sesungguhnya hanya berada pada kisaran 2.
5%-3.
5%.
lebih dari itu, banyak partai yang akan tamat riwayatnya di dpr ri lantaran prosentase parliamentary treshold yang tinggi.
dan ketika beberapa elemen masyarakat mengajukan uji materiil uu pilpres ke mk untuk menggugat besaran presidential treshold, yaitu prosentase 20% dari jumlah kursi di dpr atau 25% dari perolehan suara sah nasional di atas, maka gugatan itu dianggap wajar.
lantaran tak ada landasan argumentasi di pembentuk uu yang menyatakan mengapa pilihan angkanya 20%, bahkan dalm uud ketentuan besaran prosentase pencalonan tak digubris sama sekali.
uud hanya menyatakan prosentase keterpilihan seorang calon presiden dan wakil presiden mesti 50%+1.
angka ini lahir atas dasar dianutnya prinsip kedaulatan rakyat dalam konstitusi kita.
semakin legitimate seorang presiden, maka ia dianggap merefresentasikan kehendak sebagian besar rakyatnya dalam pemilu.
jika saat ini yusril ihza mahendra sedang menggugat rumus
matematika presidensial treshold di mk, boleh jadi tak lama lagi akan ada gugatan atas angka-angka lain dalam “
matematika ketatanegaraan”, semacam gugatan atas angka sekurang-kurangnya memiliki 15% dari jumlah kursi dprd bagi parpol atau gabungan parpol untuk mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
kita tunggu.
wallahu’alam.
(*)
terkait    #coretan ketatanegaraan   #pemilu 2014
berita terkait: coretan ketatanegaraan
teman tapi lawan
tenggelamnya ideologi parpol
editor: dheny
sumber: banjarmasin post edisi cetak
tweet
)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Matematika Ketatanegaraan"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.