Beranda · Banjarmasin · Palangkaraya · Pangkalan Bun

Budaya Gotong Royong Perlu Diselamatkan








oleh: h muhammad arsyadpensiunan widyaiswara pemprov kalselpada penghujung bulan ini, atau kamis 30 mei 2013, masyarakat kalimantan selatan akan menyaksikan sebuah perhelatan besar yang diberi nama "puncak acara bulan bakti gotong royong masyarakat x" dan "hari kesatuan gerak pkk ke-41" tingkat nasional"  yang dipusatkan di kota banjarbaru.
sebuah kehormatan bagi daerah kalimantan selatan yang dipercaya sebagai tuan rumah dalam even nasional yang insya allah akan dihadiri wakil presiden ri, boediono.
dikatakan sebagai sebuah perhelatan besar karena acara ini juga akan dihadiri oleh para gubernur, para ketua dprd dan para bupati/wali kota seluruh indonesia beserta isteri selaku ketua tim penggerak pkk masing-masing daerah.
sebagai tuan rumah yang baik, pemerintah provinsi kalimantan selatan tentu kita tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang langka ini untuk "unjuk kebolehan".
berapapun biaya yang dikeluarkan sepanjang untuk kemaslahatan banua tercinta tidak perlu dipermasalahkan.
istilah gotong royong sudah cukup akrab di telinga kita, karena merupakan budaya bangsa yang diwariskan oleh nenek moyang sejak dahulu kala.
tidak heran kalau kata gotong royong juga banyak dipakai untuk nama jalan, nama yayasan, nama sekolah atau lembaga pendidikan.
bahkan nama kabinet di era pemerintahan presiden ri megawati soekarno poeteri 2001-2004 juga diberi nama kabinet gotong royong.
istilah ini merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa indonesia yang muncul dari sikap kebersamaan dan tolong menolong tanpa pamrih, dalam pengertian agama lillahita'ala.
banyak aktivitas masyarakat yang dikerjakan secara gotong royong seperti membersihkan lingkungan, mempersiapkan pesta perkawinan, membuat saluran air dan tanggul di persawahan, menjaga keamanan lingkungan dsb, yang pada intinya adalah dari warga oleh warga dan untuk warga.
melalui aktivitas gotong royong ini tercipta rasa kebersamaan dan hubungan emosional antarwarga, keakraban dan saling mengenal satu sama lain tanpa ada garis pemisah antara si kaya dan si miskin, antara pejabat dan rakyat biasa, antara cendekiawan dan masyarakat buta aksara.
semua komponen masyarakat terjalin dalam suasana saling asah, asih dan asuh.
sebuah warisan budaya dari nenek moyang bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan.
sebuah pertanyaan besar, apakah sifat kegotongroyongan ini masih melekat dalam aktivitas keseharian kita di era modernisasi dewasa ini ?disadari atau tidak, sifat kegotongroyongan ini secara perlahan namun pasti telah semakin memudar.
kondisi ini umumnya dipicu oleh pemikiran materialistik yang sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat kita dewasa ini.
semua aktivitas diukur dengan untung rugi secara materi.
pola pikir seperti ini mungkin pula dipicu oleh penafsiran yang sempit terhadap sebuah prinsip dalam manajemen modern yaitu good governance yang disebut dengan effisiensi dan efektivitas (pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk hasil yang sebesar-besarnya).
memang bukan teori manajemennya yang salah, bisa jadi alat ukur yang digunakan hanya dari aspek material dengan mengabaikan aspek-aspek non-material.
sebuah contoh kecil, kebiasaan di masyarakat pedesaan yang sudah turun temurun, apabila ada seorang warga yang berhajat melaksanakan pesta perkawinan, maka selama berminggu-minggu seluruh jiran tetangga ikut sibuk bekerja, mulai dari mengumpulkan kayu bakar, membikin tungku untuk memasak,  membuat/memasang tenda, membikin bumbu masakan, membuat pelaminan dsb.
apabila kebiasaan ini diukur secara materi jelas akan lebih mahal.
berapa waktu yang tersita --yang bisa digunakan warga untuk mencari nafkah--, dan berapa pula biaya yang harus dikeluarkan oleh si empunya hajat untuk memberi makan warga yang ikut bergotong-royong dsb, yang kalau di kalkulasi akan lebih menguntungkan dengan cara membeli yang sudah jadi.
demikian pula sebuah kondisi di masyarakat perkotaan yang memberikan tugas jaga malam (ronda) kepada petugas khusus keamanan lingkungan, dengan imbalan sejumlah uang setiap bulan.
warga tidak perlu repot-repot bergantian bagadang di pos-pos ronda, cukup membeli rasa aman dengan membayar iuran setiap bulan.
cara seperti ini memang paling efesien dan efektif, namun hakikat kegotongroyongan menjadi terabaikan.
di alam modernisasi yang serba sibuk dan semua aktivitas dipacu oleh waktu dengan istilah time is money, maka pergeseran nilai seperti ini menjadi sebuah keniscayaan.
oleh karena itu momentum acara puncak bulan bhakti gotong royong masyarakat x dan  peringatan hari kesatuan gerak pkk ke-41 tingkat nasional yang dipusatkan di bumi antasari ini dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembalikan makna yang hakiki terhadap budaya gotong royong di negeri tercinta walaupun dalam nuansa yang berbeda.
misalnya gotong-royong dalam penanggulangan kemiskinan dan kepedulian terhadap sesama.
bulan bhakti gotong royong masyarakat yang telah memasuki tahun yang ke-10 perlu lebih digemakan melalui aktivitas yang tersistem dan terkoordinasi.
gerakan jum'at bersih yang pernah dicanangkan perlu digalakkan sampai ke tingkat rt.
gerakan pkk yang lahir pada 41 tahun lalu, yang pertama digagas oleh isteri gubernur jawa tengah waktu itu soeparjo rustam --terakhir sebagai menteri dalam negeri di era orde baru-- adalah merupakan sebuah upaya strategis untuk meningkatkan peran keluarga sebagai lingkungan terkecil dalam masyarakat.
perjalanan waktu 41 tahun adalah usia yang sangat dewasa, yang seyogianya telah mampu menampilkan karya-karya besarnya.
karena itu desa-desa binaan pkk yang pernah dibentuk perlu di jenguk kembali perkembangannya, dan pelaksanaan 10 program pokok pkk bukan sekedar retorika belaka.
 setiap keberhasilan patut untuk disyukuri dan setiap kekurangan atau kegagalan harus dijadikan bahan introspeksi.
selamat dan sukses bulan bhakti gotong royong masyarakat x dan hari kesatuan gerak pkk ke-41.
gotong royong adalah warisan budaya dan kesatuan gerak adalah kunci sukses pelestariannya.
(*)muhammadarsyad1909@yahoo.
com


Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Budaya Gotong Royong Perlu Diselamatkan"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.