Bendera, BBM dan Descartes |
oleh: mujiburrahmandes alwi bercerita, ketika dibuang belanda ke banda neira, maluku (1935-1942), bung hatta dan bung sjahrir suka naik perahu, menikmati keindahan laut banda.
semula mereka menyewa perahu penduduk setempat, tapi kemudian membeli sendiri.
perahu yang dibeli itu lantas dicat dengan dua warna.
bagian atasnya merah dan bawahnya putih, seperti bendera indonesia.
dapat diduga jika cat perahu itu akhirnya menimbulkan masalah.
bung hatta dipanggil dan diinterogasi polisi.
"mengapa perahu itu dicat merah putih?"bukannya menjawab, bung hatta malah balik bertanya.
"bendera belanda warnanya apa?" "merah, putih dan biru," kata polisi.
"warna air laut kan biru.
jadi merah, putih dan biru.
" kata bung hatta.
polisi itu akhirnya diam tak berkutik (alwi 2002:104).
saya kembali teringat cerita di atas, ketika sekarang muncul kontroversi bendera aceh.
bendera yang ditetapkan dprd aceh itu, ternyata adalah bendera gerakan aceh merdeka (gam), gerakan saparatis yang dulu berperang melawan pemerintah ri.
akibatnya, pemerintah pusat keberatan dengan bendera itu.
sementara di masyarakat aceh sendiri, ada yang setuju, ada pula yang menolak.
bendera adalah simbol atau lambang.
nilai simbol terletak pada sesuatu yang disimbolkannya.
bendera negara berarti simbol negara.
karena itu, penghormatan kepada bendera bukan sekadar penghormatan kepada kain yang berkibar, melainkan kepada negara yang disimbolkannya.
negara adalah kekuasaan sekaligus kebersamaan, dan bendera berfungsi menghadirkan kekuasaan dan kebersamaan itu.
dalam kasus aceh, bendera gam jelas merupakan simbol pemberontakan, yang ingin memisahkan diri dari nkri.
karena itu pula, wajar jika simbol gam tak dapat diterima pemerintah pusat, bahkan oleh sebagian warga aceh sendiri.
di sisi lain, bendera gam adalah simbol kekuasaan dan kebersamaan lokal, yang mau diteguhkan oleh para pendukungnya, agar tidak lenyap ditelan kekuasaan pusat.
masalah pusat-daerah memang masalah lama, yang terus menghantui kita sejak pascarevolusi hingga sekarang.
ketidakpuasan daerah terhadap pusat sempat memicu berbagai pemberontakan daerah di masa soekarno, dan operasi militer di aceh di masa soeharto.
inti persoalan umumnya adalah merebaknya rasa ketidakadilan, baik dalam pembagian hasil-hasil bumi ataupun kekuasaan.
tetapi, meski bersimpati pada penderitaan masyarakat aceh di masa lampau, kini saya ragu dengan niat baik di balik usulan bendera gam itu.
bukankah perdamaian helsinki adalah anugerah besar bagi warga aceh, setelah perang berkepanjangan, lalu tsunami menggulung mereka? bukankah kini tugas utama para penguasa aceh adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukannya memantik api konflik?itulah kesangsian saya, sebagai sesama warga indonesia sekaligus orang banjar.
apalagi, di banua ada mitos kitab barencong.
kitab itu dipercaya mengandung ajaran spiritual tingkat tinggi.
konon, disebut barencong karena dipotong diagonal, lalu dipisah.
tetapi ada juga yang berteori, barencong berarti dari tanah rencong, yakni aceh.
karena itu, ada hubungan spiritual antara orang banjar dan orang aceh.
jika di aceh heboh soal bendera, di banua ramai antrean panjang bbm di semua spbu.
walau di bawah terik matahari atau diguyur hujan, para pengendara mobil dan sepeda motor, rela berderet antre.
rata-rata, giliran pengisian baru tiba setelah satu jam menunggu.
akibatnya, jalan di sekitar spbu macet.
padahal, proyek jalan layang sudah membuat macet dam sengsara.
kita pun terkena macet kuadrat!bulan mei 2012 silam, di banua pernah terjadi aksi rencana pemblokiran kapal tongkang batubara, sebagai ancaman, agar pemerintah pusat mau memberikan perimbangan pendapatan hasil bumi yang wajar.
bahkan, muncul tuntutan ingin merdeka.
sekarang tuntutan serupa tak lagi nyaring terdengar, meski gubernur se-kalimantan kabarnya terus menuntut tambahan kouta bbm.
tetapi, seperti kasus aceh, kini saya mulai ragu jika yang salah hanyalah pemerintah pusat.
apakah antrean panjang di spbu akibat kelangkaan bbm, ataukah karena ulah para penjual eceran, yang siap bolak-balik tak mengenal waktu? bagaimana pula sikap tegas aparat hukum? bukankah kita memiliki intelijen yang hebat, dan dengan mudah menemukan para pengecer yang bolak-balik itu?seperti kata ren? descartes, kita harus meragukan sesuatu untuk mencapai keyakinan.
keyakinan tanpa proses keraguan biasanya adalah keyakinan yang rapuh! (*)
Source from: banjarmasin[dot]tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Bendera, BBM dan Descartes"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.