Preman di Negeri Preman |
hercules rozario marcal dan puluhan pengikutnya ditangkap anggota polres metro jakarta barat, jumat lalu.
hampir semua media memberitakan peristiwa ini, bahkan televisi menyiarkan secara khusus perkembangan kasusnya dari waktu ke waktu, sebagaimana mereka menyiakan peristiwa penyerbuan markas polisi oleh tentara di sumatera selatan dua hari sebelumnya.
sebelumnya, media pun secara luas menyiarkan penangkapan atas john refra kei tokoh serupa hercules, yang malang melintang di dunia ‘bawah tanah’ di ibu kota.
orang menyebut aktivitas mereka sebagai preman, orang-orang yang sangat akrab dengan dunia kekerasan dan menggunakannya untuk mendapatkan uang.
ketika polisi menangkap john kei, banyak pihak menyatakan bahwa itu momentum untuk membersihkan premanisme di ibu kota, dan di tanah air.
penangkapan tokoh pemuda asal timor leste (dulu timor timur) pekan lalu pun, kembali diiringi harapan dan dukungan agar polisi sebgai aparat penegak hukum betul-betul membersihkan premanisme ini dari kehidupan masyarakat, karena dalam beberapa kasus dan di beberapa tempat, keberadaan serta aktivitas mereka betul-betul di luar batas, dan sama sekali seakan tidak mengenal hukum.
kasus premanisme telah memiliki nilai historis begitu panjang dan tiap daerah memiliki model serta kecenderungan hampir sama yang tidak lepas dari proses pertumbuhan sebuah kota atau kawasan.
selalu saja ada orang atau sekelompok orang yang memerankan diri sebagai “penguasa” atas atas segala hal menyangkut hajat hidup orang banyak.
belakangan, terminologi premanisme semakin kompleks, karena lebih menyangkut pada “isme” alias paham mengenai perilaku.
itu sebabnya, publik mulai mengenai istilah premanisme politik, premanisme hukum, bahkan premanisme berlabel agama atau keyakinan tertentu.
ya, premanisme --dalam berbagai bentuknya-- memang acapkali menimbulkan keresahan masyarakat.
faktor ekonomi dan rendahnya moralitas seringn dianggap sebagai penyebab utama berkembangnya premanisme.
sulitnya mencari perkerjaan karena gagalnya pemerintah menciptakan lapangan kerja yang merata sering jadi dalih seseorang menjadi preman.
kelompok hercules, maupun kelompok john kei hanyalah contoh di antara sekian banyak gerombolan preman yang saling bersaing berebut lahan ekonomi, entah itu sekadar usaha parkir liar, jasa pengamanan, dan jasa kepengacaraan.
kelompok seperti ini, dalam skala dan lingkup lebih kecil juga ada di daerah-daerah.
insiden di atas mengingatkan publik betapa kelompok-kelompok di bawah permukaan, yang seringkali tidak terlihat, sangat menentukan pembagian sumberdaya ekonomi politik yang tersedia.
lalu apakah aktivitas ‘bawah tanah’ ini tidak tercium institusi resmi yang berdiri di atas permukaan, dalam hal ini negara?secara lebih khusus, apakah aktivitas premanisme tidak terjangkau aparat negara (kepolisian)? atau apakah sebenarnya negara melalui aparat-aparatnya justru sengaja membiarkan aktivitas bawah tanah berjalan dan bahkan terlibat baik langsung maupun tidak langsung di dalamnya, karena dengan cara itu oknum-oknum aparat negara bisa memperoleh pula keuntungan bagi diri maupun kelompoknya.
selain pujian atas “keberanian” polisi menangkap pentolan preman seperti hercules maupun john kei, terselip pula sindiran sinis mengenai kinerja aparat penegak hukum ini.
misalnya, mengapa baru sekarang mereka bisa meringkus orang-orang seperti itu, apakah karena mereka tak lagi memberi “manfaat” bagi orang atau tokoh tertentu dalam institusi penegak hukum.
bukan rahasia bahwa hingga kini publik masih kunjung belum percaya penuh pada institusi kepolisian.
apalagi dengan sejumlah peristiwa yang nyata-nyata mencerminkan perilaku tak layak dilakukan penegak hukum, masyarakat makin pesimsistis memperoleh lindungan dan pengamanan sebagaimana yang menjadi hak mereka.
peristiwa kecil mulai dari damai di jalanan dalam kasus-kasus pelanggaran lalulintas, atau rekayasa pasal “sesuai harga” dalam kasus-kasus narkoba tangkapan polisi, hingga korupsi yang mencengangkan dalam pengadaan alat simulasi kendaraan bermotor, masih membuat masyarakat sangsi atas kesungguhan para aparat ini untuk bertindak profesional.
penangkapan gembong preman di ibu kota, mungkin bisa dijadikan kembali momentum bagi segenap aparat untuk membulatkan tekad dalam sebuah reformasi besar-besaran di dalam diri dan isntitusinya di seluruh tanah air.
yakni, membernatas premanisme tidak saja di jalanan, tetapi juga di dalam tubuh mereka.
(*)
Sumber: tribunews[dot]com
Belum ada tanggapan untuk "Preman di Negeri Preman"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.