SAMPIT – Tim dari Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (RI) belum lama ini turun ke Provinsi Kalteng. Dua daerah yang mereka datangi adalah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan. Kabarnya, tim yang juga beranggotakan sejumlah perwira itu menelisik sejumlah perusahaan yang izinnya diduga bermasalah.
Informasinya, tim yang berjumlah lima orang dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) tersebut, sempat menyambangi Mapolres Kotim. Di Kotim, tim disebutkan menyelidiki sebuah perusahaan pertambangan di Kecamatan Antang Kalang. Selain Kotim, informasinya perusahaan yang bergerak di bidang yang sama di wilayah Kebupaten Seruyan tak luput jadi objek penyelidikan. “Memang benar ada tim dari Mabes Polri, tapi sekarang tim sudah pulang (Jakarta),” ujar Kapolres Kotim AKBP Andhi Triastanto SIK tanpa menjelaskan secara rinci misi kedatangan tim dari Mabes Polri yang rata-rata berpangkat perwira menegah (pamen) tersebut.
Terpisah, melalui Kabag Ops Polres Seruyan Kompol Deddy Setiawan Yunus turut membenarkan bahwa wilayah mereka juga disambangi tim dari Mabes Polri. Menurutnya tim sedang laksanakan penyelidikan kasus tertentu. “Benar ada tim, saya belum menerima informasi jelasnya,” tukasnya.
Sayangnya, para petinggi Polres Kotim dan Seruyan enggan membeberkan kasus apa yang diselidiki sehingga sampai tim dari Mabes Polri yang langsung turun tangan. Mereka beralasan bahwa masalah itu menjadi kewenangan Mabes Polri sehingga mereka tidak bisa memberikan informasi lebih jauh.
Diduga Banyak Melanggar Hukum
Sebagian besar izin investasi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) disinyalir melanggar hukum. Meski demikian, pelanggaran sulit ditertibkan karena lemahnya penegakan hukum yang disertai masih adanya dugaan praktik suap yang melibatkan aparatur negara. Selain itu, izin investasi di sektor perkebunan dan pertambangan masih leluasa memperluas ekspansi dengan melanggar aturan karena pengawasan izin yang lemah.
Demikian kesimpulan hasil wawancara Radar Sampit dengan Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli dan Direktur Save Our Borneo (SOB) yang dihubungi terpisah. Jhon menegaskan, pelanggaran sebagian besar izin investasi itu terlihat secara nyata dalam hasil panitia khusus (pansus) sawit tahun 2011 lalu, namun, tidak ada tindak lanjut apapun dari Pemkab Kotim.
“Hasil temuan pansus kemarin sudah nyata-nyata ada perizinan yang melanggar, tapi sampai sekarang masih beroperasi. Hampir semua perizinan di Kotim ini kalau ditelisik melanggar aturan dan bisa dipidana,” tegas Jhon, Selasa (9/10) lalu.
Menurut Jhon, pelanggaran yang kerap terjadi yakni luasan izin yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, misalnya, izin perkebunan yang diberikan hanya 14 ribu hektare, namun, di lapangan perusahaan memperluas hingga menjadi 18.500 hektare. Hal tersebut jelas-jelas menyalahi aturan, apalagi yang dirambah adalah hutan, sehingga bida dipidana.
Jhon menilai, pelanggaran yang kerap terjadi itu disebabkan lemahnya pengawasan izin oleh Pemkab Kotim. Seharusnya, izin yang sudah diberikan diikuti dengan pengawasan yang ketat. Pihaknya selaku wakil rakyat tidak bisa ikut mengawasi karena setiap penerbitan izin tidak pernah mendapat tembusan dari Pemkab.
Selain itu, lanjut Jhon, hasil temuan pansus tahun 2011 lalu juga sebenarnya bisa menjadi acuan bagi penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan memidanakan pelaku yang melanggar peraturan perundangan tersebut. Pihaknya juga kecewa karena hasil temuan pansus tidak ditindaklanjuti secara serius oleh Pemkab.
Ditanya kenapa hasil temuan pansus itu tidak dilaporkan langsung ke aparat penegak hukum, Jhon beralasan pihaknya masih memberikan kesempatan kepada Pemkab untuk memperbaiki perizinan yang ada. Selain itu, hasil temuan pansus juga ditembuskan ke aparat penegak hukum, sehingga tanpa dilaporkan pun bisa diusut.
“Kami masih ingin memberi kesempatan ke eksekutif agar memperbaiki sistem perizinan yang ada,” katanya.
Catatan Radar Sampit, hasil pansus sawit yang disampaikan Maret 2011 lalu diantaranya mengungkap, perusahaan melakukan penananam di luar izin yang dimiliki, tidak memperhatikan tata kelola lingkungan, melakukan perluasan areal dengan pola kemitraan tanpa memperhatikan status lahan dan pengurusan perizinan, serta pelaksanaan pembebasan lahan masyarakat tidak mengikutsertakan tim desa dan kecamatan.
Selain itu, banyak ditemukan tumpang tindih pemberian izin antara PBS, serta areal perkebunan yang memasuki kawasan hutan dan kebun masyarakat. Kemudian, banyak pemilik izin yang hingga sekarang tidak beroperasi, belum melengkapi Amdal, serta adanya pemberian luasan izin yang melanggar Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999.
Nordin menambahkan, banyaknya izin yang melanggar hukum dan tidak sesuai aturan perundangan mengindikasikan terjadinya praktik penyuapan yang melibatkan aparatur negara. Namun, praktik itu sulit dibuktikan karena terjadi di bawah tangan. Penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu merupakan contoh kuat penyuapan dalam perizinan. Masalahnya, di Kalteng belum ada yang terungkap.
Selain itu, kata Nordin, perusahaan-perusahaan yang merambah hutan tanpa izin masih leluasa beroperasi karena lemahnya penegakan hukum. Padahal, jika aparat tegas dan serius mengusut masalah itu, sudah banyak perusahaan maupun pejabat yang terseret dan dipidana.
Bupati Kotim Supian Hadi sebelumnya pernah berujar dirinya pernah dikejar-kejar pengusaha perkebunan yang berniat menyetor sejumlah uang. Dari pengakuan pengusaha ini, kata Bupati, untuk kepala daerah ada bagian yang disetorkan. Namun, Supian mengaku menolak setoran itu dan meminta agar dana yang ada digunakan untuk pembangunan di Kotim. (fm/ign)
Sumber : radarsampit.net
Belum ada tanggapan untuk "Kotim dan Seruyan Ditarget, Tim Mabes Polri Telisik Izin Perusahaan Bermasalah"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.